Berkembangnya pengetahuan mengubah cara pandang manusia tentang liburan, atraksi hewan liar, dan pariwisata berkelanjutan. Perjalanan ke alam liar memberi kita peluang untuk mengalami berbagai pengalaman kebudayaan, bertemu orang-orang baru, merasakan makanan-makanan unik yang lezat, dan mengenal lebih dekat alam serta hewan-hewan yang sebelumnya hanya kita saksikan di berbagai tayangan dokumenter. Belakangan, ada pengembangan wacana pariwisata yang etis terhadap hewan. Salah satu wujudnya ialah kampanye untuk tidak mengendarai gajah. Gajah tak pernah didomestifikasi seperti anjing dan kuda. Meski lahir di penangkaran, gajah tetap hewan liar, dan orang harus menghancurkannya supaya ia dapat dikendarai turis dan melakukan pertunjukkan. Proses untuk menjinakkan dan membuat gajah bisa dikendarai seperti kuda kerap kali kejam dan menyakitkan.Banyak gajah yang terlatih dirantai agar ruang geraknya terbatas. Mereka kerap kali dipukul atau dilukai atas nama "disiplin" Kekejian yang berlangsung terus-menerus memang mengubah perilaku gajah, tapi ini punya dampak buruk bagi gajah.Gajah yang pernah menderita penyiksaan berlebih bisa tiba-tiba jadi agresif terhadap manusia. Di Thailand pernah ada kasus gajah mengamuk dan menginjak-injak seorang turis asal Inggris. Kasus serupa juga banyak ditemukan di India. Di luar pariwisata, gajah dan manusia juga kerap berebut lahan. Manusia membuat huma dan menggusur gajah, gajah menyerang kebun, dan manusia membalas dengan pembantaian.Lantas bagaimana di Indonesia? Negara yang kaya akan keanekaragaman flora dan faunanya.
KEMBALI KE ARTIKEL