Lagi- lagi tawuran pelajar. Apa ga bosen berantem mulu???? Mau jadi apa generasi penerus bangsa ini kalau sejak dini sudah dijejali dengan tindakan anarkis yang berbuntut jatuhnya korban????
Jelang akhir tahun ini mulai marak lagi terjadi tawuran antar pelajar, penyebabnya banyak hal, mulai dari masalah sepele sampai yang gede. Paling membuat prihatin dari kejadian itu adalah jatuhnya korban jiwa, yang semestinya ga perlu hal itu terjadi. Usia para pelajar yang masih relatif muda, masih banyak asa serta harapan, lantas harus terputus begitu saja hanya karena menjadi korban tawuran, sungguh sangat memprihatinkan.
Lantas siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam peristiwa ini? Orang tua, guru, kepala sekolah, menteri pendidikan, atau siapa?
Lalu apa sebenarnya penyebab dari peristiwa ini dan bagaimana membasmi peristiwa ini, hal ini seolah menjadi penyakit kambuhan diantara pelajar.
Menghadapi peristiwa ini pihak pihak terkait tidak hanya tinggal diam, karena masalah ini telah menjadi issue nasional, maka dicarilah langkah langkah untuk menghentikan peristiwa tersebut.
Salahsatu cara pintas yang sering dilakukan yaitu dengan cara mengeluarkan siswa yang terlibat dalam tawuran, atau kerja sama lintas sekolah untuk tidak menerima setiap siswa yang melakukan tawuran. Solusi-solusi tersebut nampak sangat menjanjikan, tapi menyisakan banyak pertanyaan. Bagaimana nasib siswa yang 'dibuang' dari lingkungan pendidikan formal itu? Bukankah solusi ini justru akan menciptakan preman- preman masyarakat baru? Lalu, bagaimana menuntaskan kepuasan batin keluarga yang menjadi korban? Serta bagaimana pula menjaga agar kebiasaan tawuran tidak menjangkiti siswa lain?
Dalam sebuah situs dikemukakan beberapa cara mencegah tawuran pelajar:
1. Memberikan tambahan pelajaran Agama di sekolah. Karena dengan bekal inilah, pelajar dapat menahan godaan dan hawa nafsu selama berada di jalan.
2. Mengutamakan peran Guru sebagai Pendidik, bukan hanya Pengajar. Sebab mendidik dan mengajar meskipun serupa tapi tak sama. Di Sekolah, Guru lah yang berwenang untuk mengurusi dan mengawasi tingkah laku pelajar itu, sebagai ganti Orang Tua di rumah.
3. Membatasi ruang gerak pelajar dengan cara memberikan aktivitas yang bermanfaat, seperti Ekskul, Futsal atau Olah raga lainnya. Dengan begitu energi dari pelajar akan terkuras pada hal-hal yang positif.
4. Mendampingi kepulangan pelajar hingga naik kendaraan, baik itu Bus, ataupun sepeda angkot.
5. Memberikan giliran waktu pulang sekolah, agar tidak bentrok dengan sekolah lain.
6. Memberlakukan kunjungan antar sekolah, baik itu yang dekat maupun yang berjauhan. Selain lebih mengenalkan antar siswa, juga dapat menjalin silaturahmi dengan baik antar sesama pelajar.
7. Melakukan penyuluhan kepada seluruh pelajar di sekolah, agar tidak melakukan tawuran. Sebab tawuran bukan hanya merugikan pelajar itu sendiri, melainkan juga membuat nama baik sekolah menjadi tercemar.
8. Melakukan tindakan yang tegas, seperti pemberian sanksi apabila ketahuan ada siswa dari sekolah kami yang tawuran. Contohnya dengan menghukum berjemur seharian di lapangan atau pun mencukur habis rambut siswa yang terlibat tawuran.
Menurut beberapa pengamatan terjadinya tawuran bukan sekedar karena permasalahan sepele antara pelajar, tetapi ada sesuatu dibalik semua itu. Sepertinya ada usaha provokasi dari pihak tertentu yang menulut terjadinya tawuran antar pelajar.
Dilihat dari beberapa barang bukti yang digunakan para pelajar dalam melakukan aksinya sepertinya bukan hal yang wajar dan sepantasnya dilakukan oleh para pelajar. Sepertinya ada pihak lain yang menyuplai peralatan yang mereka gunakan untuk tawuran.
Sepertinya peninggalan zaman penjajahan masih melekat di negeri ini. “Devide et Impera”, poltik adu domba. Selain dilakukan oleh penjajah untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa, digunakan juga oleh kaum komunis yang pernah mengadakan kudeta di negeri tercinta ini.