Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas

Mengasah Kepercayaan Diri

2 Juni 2022   21:42 Diperbarui: 2 Juni 2022   21:51 42 1
Saya mahasiswa salah satu universitas di Malang. Salah satu mata kuliah yang saya ambil di semester ini adalah mata kuliah kewarganegaraan. Mata kuliah ini terjadwalkan di hari Jum'at pukul 09.50-11.30. Karena materi kewarganegaraan ini sudah pernah saya pelajari di semester kemarin, tepatnya di mata kuliah pancasila maka semester ini dosen saya tidak memberikan materi yang sama seperti di semester sebelumnya. Perminggunya mahasiswa di tugaskan untuk membuat artikel yang nantinya di unggah ke website kompasiana ini. Saya seorang pemalu yang enggan untuk menampilkan hasil karya saya kepada publik. Tapi karena ada tugas seperti ini maka saya di tuntut untuk bisa dan mau menampilkan hasil karya saya ke semua orang. Saya juga tipe orang yang tidak bisa merangkai kata-kata agar menarik untuk dibaca. Disini, saya dilatih untuk bisa merangkai kata-kata itu untuk bisa dinikmati banyak orang. Dari sini juga saya belajar untuk bisa berbicara dengan banyak orang. Salah satunya kami satu kelas ditugaskan untuk mewawancarai tokoh agama. Saya dan teman-teman akhirnya berangkat ke salah satu gereja katolik di dekat alon-alon Malang. Beruntungnya saya juga dari sini saya bisa mengenal teman-teman sekelas saya. Maklum saya angkatan mahasiswa kuliah online. Dari gereja saya bisa bersyukur dilahirkan dari keluarga yang memeluk agama Islam. Bukan maksud saya untuk menjelekkan agama lain, tetapi saya bisa membedakan bagaimana agama Islam sangat indah. Wawancara bersama pendeta kemarin juga ada yang menurut saya kurang masuk akal dalam pemikiran. Setelah itu wawancara bersama buddha, KPU, dan anak jalanan. Yang menurut saya paling menyentuh adalah ketika saya mewawncarai anak jalanan. Saya bisa sangat bersyukur di takdirkan untuk dilahirkan dalam keluarga yang serba berkecukupan. Dulu, saya selalu membandingkan diri saya dengan orang lain yang jauh lebih kaya, lebih segalanya. Saya melihat bagaimana anak jalanan itu berusaha bertahan hidup, mencari nafkah demi sesuap nasi yang seharusnya anak usia mereka masih duduk dibangku sekolah. Mereka rela tidak sekolah agar mereka tetap bisa makan. Saya malu karena sering kurang bersyukur dan membandingkan nasib saya dengan orang lain, tidak pernah melihat ke bawah. Bangku kuliah yang saya duduki sekarang pun dulu saya tidak inginkan tapi setelah saya melihat anak jalanan dan mewawancarai mereka saya sangat bersyukur karena bisa duduk di bangku kuliah ini. Terkadang suatu hal yang tidak kita sukai justru banyak orang yang menginginkannya. Maka dari itu, kita harus pandai-pandai besyukur dengan apapun yang kita dapatkan. Kita tak pernah tau rencana apa yang telah Allah siapkan untuk kita. Karena rencana Allah pasti lebih baik dan indah dari apa yang kita rencanakan. Setelah itu juga ada wawancara bersama guru ngaji. Ini yang membuat saya sangat termotivasi dari beliau. Beliau banyak menasehati saya ketika saya berkunjung ke rumahnya. Beliau menasehati saya agar jangan melupakan Al-Qur'an. Ternyata Al-Qur'an akan menjadi penolong kita di dunia maupun di akhirat. Yang akan menjadi penolong kita di yaumul hisab. Sungguh luar biasa kekuatan dari membaca Al-Qur'an. Banyak sekali yang beliau nasehatkan kepada saya bukan hanya tentang Al-Qur'an tetang pelajaran hidup, bagaimana berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada sesama dan untuk terus mengajarkan Al-Qur'an. Banyak pelajaran yang saya dapat dari beliau. Beliau adalah orang yang sangat penyabar. Mengajari setiap anak didiknya dengan sabar dan tanpa pamrih tidak mengharapkan imbalan. Beliau berkata karena setiap orang yang mengajarkan kebaikan akan mendapatkan pahala yang mengalir tidak akan terputus sampai ia di hisap. Apalagi kalau kita mengajarkan ilmu Al-Qur'an. Ilmu yang sangat bermanfaat untuk setiap pembacanya. Saya sangat salut dengan beliau. Beliau sampai sekarang masih mengajarkan Al-Qur'an. Setiap shalat Ashar beliau sudah siap di musholanya menunggu anak didiknya datang untuk belajar Al-Qur'an. Bayangkan saja satu harakat akan berpahala sepuluh. Bagaimana jika bukan hanya satu murid sepuluh murid bahkan seratus murid. Saya yakin anak didik beliau sudah lebih dari seratus. Bagaimana tidak beliau sudah mengajarkan Al-Qur'an sejak saya kecil sampai sekarang. Dari wawancara kepada guru ngaji ini saya bersyukur masih bisa bertemu dengan beliau. Selalu saya selipkan do'a untuk guru-guru saya yang selalu sabar untuk mendidik saya sampai saya bisa di titik ini. Saya tidak ada artinya tanpa beliau-beliau yang sudah mendidik saya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun