Keringat di dahimu bermunculan bagai titik-titik air di tutup kuali
Entah bagaimana, itu juga yang mengingatkan aku pada biji-biji jagung muda, sayang
Di ujung sana, kau menggosok-gosokkan bajuku yang cokelat pudar pada batu
“Tanah ladang rupanya bisa membuat bajumu serupa baju yang lain,” katamu sembari tertawa.
Batu dan baju itu setiap petang bagai sepasang kekasih yang harus berjumpa
Di petang yang lalu, pada tahun yang baru saja lewat
Kemarau datang dan tanaman di ladang kita begitu lekas menguning
Panen jadi ceracau di tengah malam
Hingga aku tak sanggup membelikanmu pasta gigi dan deterjen
Lalu kau bawa pulang setempurung pasir kuala
“Pengganti pasti gigi, moyang kita sebelum ada odol, memakai pasir kuala untuk membersihkan gigi,” katamu
sembari memamerkan gigimu yang putih tulang.
Musim itu juga anak-anak menjadi mudah marah di meja makan
Tapi bukan Inang, jika tak bisa menenangkan mereka dengan dongeng Dewi Sri
Dongeng yang kau baca di buku bahasa indonesia sewaktu sekolah dasar
Panen nanti sayang, sebuah dress warna jerau kusimpan di pasar malam
cocok sekali dengan kulitmu
Lusa kupinjam waktumu lagi
Kita gemburkan tanah sama-sama
L. 24.April.2011