berbicara mengenai industri maka tidak terlepas dari hukum permintaan pasar. Maka kemudian mungkin ada yang mengganjal di hati para saudara penikmat musik sekalian, mengapa sejak setahun belakangan ini kok musik indonesia di penuhi para gerombolan pesenam yagn nyanyi lipsing yang rasanya kalau kita nonton pengen kita banting itu televisi sangking tidak bermutunya musik yang di tampilkan? Jawabanya ya karena pasar menginginkan demikian.
Mengenai siapa pasar yang menginginkan musik murahan seperti itu? Yang jelas bukan saya dan anda. Tetapi segmen pasar yang jauh lebih bernilai komersil maupun kuantitas, merekalah remaja atau secara umum anak muda. Para remaja inilah yang mejadi target utama pasar industri permusikan indonesia.
Lalu, jika berbicara mengenai remaja, mungkin kita sudah sangat mafhum, bahwa remaja sangat tidak suka berfikir, mereka maunya yang straight simple to the point. Maka musik ala pesenam itulah yang kekmudian menjadi selera yag membooming. Kenapa, ya karena para personilnya ganteng keren dan cantik, liriknya tidak lepas dari persolan cinta dengan kata2 yang sederhana dan mudah di cerna. Gerakan mereka saat senam di panggung enak di lihat mata. Itu saja yang di butuhkan agara sebuah musik itu bisa macth dengan otak dan mood para remaja.
Para remaja ini pasti tidak akan bersedia menggunakan waktunya untuk mengeksplore kemudian menikmati musik sekelas bohemian rhapsody-nya queen misalnya, yang kalau menunrut saya hanya musisi “gila” yang dapat ilham seabad sekali hingga mampu bikin musik se-jlimet dan sekompleks ini. Atau para remaja ini sama sekali tidak akan faham bagaimana menyayat dan menyentuhnya petikan gitar akustik sang maestro gitar indonesia dewa budjana dalam singlenya caka. Atau remaja ini sama sekali tidak akan ngeh, bagaimana semangat sound distorsi gitar Eet sjahrani (edane) panasnya gebukan drum Eno (netral), atau bagaimana melodicnya sayatan gitar piyu (padi). Para remaja ini akan wellcome jika di sodorkan musik sederhana dengan penyanyi berwajah koreaisme dengan nada groovy buat koreografi, yang kalau seekor anjing dengar niscaya itu anjing juga bisa nari sangking sederhana dan groovynya itu musik.
So, Maka tidak salah, kenapa industri musik indonesia sekrang berlomba2 memproduksi musik yang lebih bernilai komersil ketimbang musik yang berbau idealis tapi sulit di terima pasar (remaja). Tentu saja karena persolan klasik, uang dan keberlangsungan hidup. Itu pula yang menyebabkan label2 besar yang tidak identik dengan jenis musik tertentu masih bertahan hingga sekarang, semacam musica studio, sony music, karena label seperti ini berprinsip oportunis, mengikuti selera pasar. Bandingkan dengan label idealis yang mengusung jenis musik tertentu, seperti log zelebour misalnya, yang terahir tahun 2011 silam coba gandeng kembali anak kesayangan mereka, jamrud, melauncing album bertitel langit dan bumi, hasilnya nihil, tergilas oleh derasnya musik2 komersil yang lebih mudah di terima pasar.
Jadi bahwa kita harus siap menyimpan mengumpulkan musik jaman dulu2 jika ingin menikmati musik bermutu. Karena dari waktu ke waktu jelas sudah dunia permusikan kususnya indonesia semakin tidak bermutu, karena mengikuti selera pasar yang menargetkan segmen tertentu. Atau, jika ingin benar2 menikmati musik bermutu maka tidak usah nonton TV, cukup beli cd atau dvd musisi favorit anda, atau cukup googling, lalu saksikan betapa banyak musik bermutu bertebaran di dunia maya ketimbang nonton para pesenam jungkir balik di layar televisi.