Banda Aceh - Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) meminta kepada penegak hukum untuk menghukum seberat-beratnya pelaku utama penyedia jasa prostitusi anak, pengguna dan pihak-pihak terkait lainnya.
"KPPPA berharap pelaku, pengguna dan pihak lainnya itu dihukum seberat-beratnya dengan menggunakan Undang Undang Perlindungan Anak," kata Komisioner KPPAA, Ayu Ningsih, Jumat, 16 Oktober 2020.
Selanjutnya, harus dilakukan pendampingan terhadap korban secara holistik dan berkelanjutan, sehingga korban terpulihkan dan tidak kembali terjerumus ke dalam praktik prostitusi.
"Jika dibutuhkan, korban juga dapat dirujuk sementara waktu di rumah aman atau tempat penampungan sementara untuk pemulihan, rehabiitasi medis dan psikososialnya," tegas Ayu.
Sementara itu, KPPAA mengapresiasi kinerja kepolisian dalam penanganan kasus prostitusi anak di Pidie, juga kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) dan pihak-pihak terkait lainnya dalam memberikan pendampingan medis, hukum dan psikologis terhadap anak-anak yang menjadi korban prostitusi tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Nevi Ariani, menyampaikan, posisi korban saat ini dalam pendampingan P2TP2A Pidie dengan tetap berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
"Korban sudah mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis oleh P2TP2A Pidie sejak penggerebekan terjadi. Saat ini dalam proses pendampingan untuk dilakukannya diversi," tutur Nevi.
Nevi meminta, kepada orang tua dan masyarakat harus membantu korban untuk pulih dan menerimanya dengan baik tanpa lebel negatif, juga yang terpenting mengawasi perkembangannya. Sehingga, korban merasa lebih diperhatikan.
"Selain itu, upaya memperkuat ketahanan keluarga melalui delapan fungsi keluarga sebagai pondasi ketahanan juga menjadi keharusan sebagai tindakan pencegahan," ujarnya.
Direktur Flower Aceh, Riswati mengingatkan pentingnya komitmen dan aksi nyata semua pihak untuk melindungi dan mencegah anak dari kekerasan dan kejahatan seksual. "Komitmen semua pihak harus jelas melalui macam-macam intervensi yang berdampak kepada korban," imbuhnya.
Komitmen itu, kata Riswati, dapat melalui dukungan kebijakan dan anggaran perlindungan anak, partisipasi aktif aparatur desa, tokoh adat dan tokoh agama, serta masyarakat di desa dalam melindungi dan mengawasi anak.