Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menolak jawaban Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh atas hak interpelasi yang diajukan oleh DPRA.
Penolakan itu dibacakan oleh Sekretariat Dewan (Sekwan) DPRA, Suhaimi, dalam lanjutan rapat paripurna DPRA dalam rangka penyampaian jawaban atau tanggapan Plt Gubernur Aceh terhadap penggunaan hak interpelasi DPRA.
Lanjutan rapat paripurna DPRA itu, dihadiri oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, yang didampingi Sekretariat Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah. Rapat tersebut dipimpin Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, yang didampingi Wakil I DPRA, Dalimi, Wakil II DPRA, Hendra Budian dan Wakil III DPRA, Safaruddin.
Sekwan DPRA, Suhaimi, dalam membacakan keputusan tersebut menyampaikan, DPRA menolak seluruh jawaban atau tanggapan Plt Gubernur Aceh atas hak interpelasi yang diajukan oleh DPRA.
Kemudian, lanjutnya, kemudian DPRA akan menggunakan haknya lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sementara itu, Anggota DPRA dari Fraksi PA, Iskandar Usman Al-Farlaky mengatakan, anggota DPRA menolak keseluruhan jawaban yang disampaikan Plt Gubernur Aceh atas hak interpelasi yang diajukan oleh DPRA.
"Namun demikian, nanti DPRA akan mengadakan agenda lagi di dalam rapat badan musyawarah DPRA untuk diputuskan, apakah agenda yang akan kita gunakan, hak angket, hak menyatakan pendapat ataupun hak Impismen," kata Iskandar.
Sebelumnya, Â Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, telah memberikan jawaban terhadap penggunaan hak interpelasi DPRA, di gedung utama DPRA, Jumat, 25 September 2020.
Untuk diketahui, Plt Gubernur Aceh membacakan 17 poin jawaban hak interpelasi DPRA, diantaranya, berkaitan dengan pergeseran dana refocusing penanganan Virus Corona (Covid-19) yang awalnya sebesar Rp1,7 triliun hingga menjadi Rp2,3 triliun.
Kemudian, terkait kebijakan pemasangan stiker Bahan Bakar Minyak (BBM) solar maupun premium bersubsidi yang dinilai telah meresahkan masyarakat Aceh.
Selanjutnya, alasan Plt Gubernur Aceh tetap bersikukuh menjalankan proyek multiyers yang pada dasarnya telah dibatalkan DPRA. Alasan pengangkatan Saidan Nafi sebagai Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) yang di nilai melanggar Qanun Aceh.
Lebih lanjut, alasan Pemerintah Aceh tidak mengajukan Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (P-APBA) tahun anggaran 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H