Mohon tunggu...
Chody Prasetya
Chody Prasetya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Udayana

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lagi, Lagi, dan Lagi. Kapan Korupsi di Indonesia Akan Berakhir?

26 Oktober 2023   15:32 Diperbarui: 26 Oktober 2023   15:58 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi, menjadi sebuah kata yang sudah sangat muak diterima oleh telinga masyarakat, sebuah kata tak asing yang terus menghantui tiap sisi kehidupan. Menjadi satu tindakan lazim yang telah masuk ke dalam daftar hobi manusia. Lantas, kapan korupsi di Indonesia akan berakhir? Mau sampai kapan kita hidup berdampingan dengan masalah penyalahgunaan kekuasaan yang tiada henti? Bagaimana solusi terbaik untuk meminimalisasi kasus korupsi agar tidak terulang kembali?

Apabila muncul pertanyaan kapan korupsi di Indonesia akan berakhir, tidak akan ada seorangpun yang bisa menjawab bahkan orang ternama dan terpintar sekalipun. Karena nyatanya, korupsi sudah menjadi hal yang lumrah bahkan seperti sebuah tradisi turun temurun yang dibiasakan terus berlanjut di Indonesia. Korupsi menjadi musuh dalam selimut yang dapat menjadi ancaman dan tantangan ketahanan nasional sehingga menjadi faktor pemecah bangsa dan negara. Mengapa jadi pemimpin rakyat jika hanya kepentingan pribadi yang diutamakan? Dana yang didapat bukannya dialokasikan untuk kepentingan rakyat yang lebih membutuhkan, tapi untuk kepentingan pribadi yang entah dimana letak kepentingannya. Kaum minoritas yang merintih-rintih mencari pertolongan dibiarkan terlantar dalam kegelapan tanpa diberikan penerangan, sedangkan petingginya berpesta ria tanpa memikirkan nasib dan keadaan para penentu kemajuan bangsanya. Bahkan keberadaan sila kelima tentang keadilan sosial sudah menjadi narasi tak berguna yang hanya dijadikan pajangan berupa kumpulan beberapa kata tiada arti.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri mengatakan berdasarkan data per 11 September 2023, total kasus korupsi yang ditemukan KPK di daerah mencapai 1.462 kasus. Berbagai macam cara telah dilakukan sebagai bentuk upaya pemberantasan kasus korupsi yang merajalela. Sedikitpun tidak membuahkan hasil, ternyata saat ini kasus korupsi semakin tidak dapat dielakkan. Bahkan kini sedang marak media yang memberitakan tentang petinggi salah satu kampus terbaik di Bali tertangkap basah melakukan perilaku kotor ini hingga berujung di meja hijau. Segala bentuk bukti fisik maupun non fisik telah berhasil terungkap dan tersebar hingga seluruh pelosok media sosial. Kasus ini justru akan memberikan dampak buruk bagi instansi dan seluk beluknya, ibarat peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga. Tidak hanya petinggi lembaga atau instansinya saja, petinggi dan staf organisasi dibawah naungan instansi tersebut juga melakukan tindakan serupa, yaitu penyelewengan dana program kerja untuk kepentingan pribadi yang pada akhirnya diberhentikan tugasnya secara tidak terhormat. Hal ini menjadi salah satu contoh pembuktian bahwa budaya korupsi di Indonesia terus berlanjut secara turun temurun hingga pada kelompok masyarakat terkecil dari instansi yang bersangkutan. Sangat disayangkan lembaga dengan nama yang melambung tinggi di mata dunia tercoreng hanya karena ulah orang-orang terpercaya yang mementingkan kesejahteraan hidupnya.

Terlintas pertanyaan dibenak diri, apa yang membuat orang-orang dengan mudahnya merampas dan memanfaatkan hak milik bersama demi kepentingan pribadinya? Sebagian besar, pada dasarnya karena kekuasaan atau kewenangan. Dengan adanya kekuasaan atau kewenangan ini akan memunculkan segala sifat buruk manusia yang sulit untuk dikendalikan. Keserakahan, keegoisan, dan ketamakan akan menjadi awal permulaan yang mendoktrin pikiran hanya untuk memenuhi nafsu semata. Adanya kekuasaan juga akan membuka lebar "kesempatan" bagi seseorang untuk melakukan "apapun" yang dia inginkan sehingga timbul kepuasan diri setelah keculasan yang telah diperbuat. Selain itu, pemenuhan kebutuhan juga menjadi faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi. Bukankah orang-orang berwenang yang menjadi pemegang kekuasaan kebutuhannya sudah tercukupi? Belum tentu. Pasti ada kebutuhan-kebutuhan terselubung lainnya baik itu bersifat harta maupun jasa yang harus dipenuhi sehingga rela melakukan tindakan korupsi demi memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai negara hukum, penetapan regulasi, hukuman, serta sanksi kepada pelaku tindakan korupsi masih dianggap sepele sehingga tidak memberikan efek jera yang memengaruhi kesadaran si pelaku. Hal ini juga menyebabkan maraknya kasus korupsi yang tiada henti karena lemahnya hukum negara atas kasus tindakan korupsi. Masih banyak juga aparat-aparat hukum yang tutup mata akan pentingnya keadilan bagi bangsa. Seorang nenek yang hanya mencuri kayu bakar tetangga divonis seberat-beratnya, sedangkan kasus korupsi yang merajalela mendapatkan sanksi yang tidak sepadan bahkan terlupakan dan tak dipedulikan, dimana letak keadilan negara kita? dimana bentuk penerapan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tertuang pada sila kelima pancasila?

Sebagai warga negara Indonesia khususnya mahasiswa yang bermartabat dan berintegritas, kita tidak bisa hanya mematung bengong melihat mirisnya negara kita yang diterjang kasus korupsi dari seluruh penjuru Sabang sampai Merauke. Cukup mengantisipasi dari hal-hal kecil disekitar kita yang tentu akan berdampak besar bagi masyarakat. Sebagaimana disebutkan pada 5 peran mahasiswa dalam bermasyarakat, mahasiswa diharapkan mampu untuk menjadi agent of change dan social control demi membawa perubahan sosial ke arah yang positif. Perlu untuk melakukan pembinaan sumber daya manusia dengan pembenahan diri terlebih dahulu untuk memupuk kesadaran diri secara optimal. Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kegiatan pengabdian atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya tindakan korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang. Semua orang harus mampu hidup dengan satu visi yang sama dengan menegakkan keadilan serta menanamkan nilai-nilai pancasila sebagai landasan untuk bertindak dan berperilaku demi mewujudkan negeri yang tentram dan sejahtera. Maka dari itu, mari bersama-sama saling merangkul dan menyatukan asa demi mewujudkan Indonesia yang adil, aman, dan bebas koruptor, karena posisi bukanlah kesempatan untuk korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun