Kekal dalam Ritual
Ni Nyoman Ayu Suciartini
Di Bali, bahkan di Indonesia tidak ditemukan orang tua yang berprofesi petani berharap anaknya menekuni atau meneruskan profesi itu. Tak terlihat harapan cemerlang di sana. Lahan pertanian telah beralih bangunan mewah merekah. Bisakah padi-padi tumbuh di lahan penuh beton? Yang tertulis di kitab suci, pustaka suci, lontar sakral tidak begitu adanya hari ini. Padi Bali yang legit telah tak bertuan. Berangsur digusur meski posturnya lebih subur.
Sebab ritual, padi Bali masih memiliki tempat tak tergantikan. Padi Bali mungkin mati suri. Memohon lagi pada sang pemiliki kendali, Dewi Sri. Ritual yang menghidupkan lagi napas pertanian di Bali. Jika lahan pertanian habis, siapa lagi yang percaya pada Dewi Sri, Bhatari Nini, Bhatari Umadewi, Sang Hyang Ananta Boga? Negeri yang termahsyur agraris akankah turut dibiarkan kehilangan identitas itu? Padi bagi masyarakat desa Penebel, Tabanan adalah segala-galanya. Melebihi soal pangan semata. Ada ritus, sejarah, ritual, dan kepercayaan yang hendak dijaga. Catatan dari hati untuk #kehati.
Ritual adalah spirit hidup. Turut menghidupkan dan mempertahankan padi Bali. Padi Bali yang gembur, kuat, kaki-kakinya lebih tinggi, tak mudah diterpa angin, tak tumbang dijatuhkan air, serta bulirnya yang tebal melekat sehingga burung-burung sawah kewalahan merusaknya. 1825, Bali mencapai swasembada pangan, penghasil beras unggul dan mendominasi ekspor akibat padinya yang termahsyur. Padi Bali bergayut jadi saksi jalur rempah. Turut dihidangkan dalam sajian betutu, lawar, timbungan, oleh belawa (juru masak istana) kepada raja-raja Bali. Pun padi Bali disajikan untuk memenuhi unsur-unsur ritual.
Menyemai padi di Bali sama seperti merayakan siklus hidup. Selayaknya manusia yang baru lahir hingga menemui muara, padi juga diperlakukan demikian. Lewat ritual, padi di Bali mendapatkan keistimewaan yang juga bermakna. Orang Bali berharap padi dan rezeki terus melimpah. Petani Bali berharap tak menjual lagi sawah-sawah mereka. Mereka ingin menjadi petani yang merdeka.
Padi Bali masih disemai beberapa petani di Subak Piak, Tabanan, Bali. Bentuk padi tak berubah. Masih tinggi, kokoh, bergeming diseleksi oleh tuannya sendiri. Nyaris mati, punah di tanahnya sendiri. Wayan Naya menyaksikan jika bukan sebab ritual, padi Bali muskil divisualkan. Ritual menyebabkan padi Bali kekal. Ngusaba Nini inti dari ritual yang katanya melampaui lima belas tahapan itu. Ngusaba berarti upacara keselamatan, sedangkan nini panggilan untuk nenek (wanita tua atau dituakan). Ngusaba Nini adalah tutur leluhur tentang orang Bali memuliakan padi juga subak yang menghidupinya. Lambang Dewa Nini (sebagai perwujudan Dewi Sri) yang diyakini sebagai lambang Dewi Kesuburan. Lambang Dewa Nini berupa seikat padi lokal, padi Bali yang dipanen dari masing-masing anggota subak yang digabungkan dan diikat menjadi satu kesatuan. Pelambang ini diyakini bisa menyelamatkan hasil panen. Apa yang diyakini tidak bisa dilihat, hanya mampu dirasakan. Menjaga ritual, menjaga tanah warisan, menjaga apa yang menjadi milik Bali harus dilakukan. Anak mudanya harus bertumbuh melihat harapan baru, semangat muda, juga cahaya belia bahwa kemandirian pangan dimulai dari padi Bali yang lestari.
Padi Bali jangan sampai hanya sebuah ingatan yang bermuara pada tetua. Jika banyak petani Bali beralih menanam padi varietas lain, di sekitaran Subak Piak, Jatiluwih, Wongaya Gede, Senganan, masih setia menakar sawahnya dengan padi Bali. Setidaknya, ini dilakukan tetua agar ada yang mengingat bahwa padi Bali, padi lokal, padi merah, padi cendana, pernah berjaya di tanahnya sendiri.
Â
Â
Â