Objektif & Aktivitas :
Sebagai langkah awal dari program ini, perlu dilakukan identifikasi yang lengkap tentang jenis musik tradisional dari masing-masing daerah. Identifikasi ini dilakukan bukan hanya kepada jenis musik tradisional yang sudah cukup mapan dipentas nasional maupun internasional. Peralatan musik tradisional pada umumnya dibuat dengan berpedoman kepada ‘local genuine’ yang umumnya dikaitkan dengan adat istiadat dan falsafah kehidupan di daerah itu sendiri. Penelusuran sejarah keberadaan alat musiknya perlu dilakukan sejalan dengan penggalian keterkaitannya dengan aspek kehidupan dan sejarah dari masyarakatnya.
Selanjutnya dilakukan pengkajian aspek fisika dari masing-masing alat musik tradisional ini, dikaitkan dengan aspek pembuatannya. Untuk peralatan musik yang terbuat dari metal, seperti gong, bonang dan sebagainya, proses metalurgi pembuatan alat tersebut perlu dielaborasi secara mendalam. Sementara untuk peralatan musik yang terbuat dari bahan non-metal, pengkajian dari sisi struktur dan juga susunan elemen-elemen mekanis yang mendasarinya perlu ditelaah secara mendalam terutama jika dikaitkan dengan karakteristik akustik yang dihasilkannya. Selanjutnya, proses penalaan yang melibatkan kepakaran dari ‘empu’ pembuatnya juga perlu dikaji dengan memanfaatkan konsep pengujian akustik dari sisi spektral, temporal dan spatialnya. Disamping itu kajian tentang konsep ‘judgement’ yang dilakukan oleh sang ‘empu’ juga perlu dilakukan, mengingat aspek subjektif yang mendasarinya disamping akibat kelangkaan literatur pendukungnya. Dengan kelengkapan kajian/penelitian tersebut maka penyusunan konsep standarisasi alat musik tradisional ini dapat dilakukan, disamping itu, perlu juga dituangkan ke dalam dokumen ‘paten milik masyarakat’ untuk alat musik tradisional tersebut.
Mengingat adanya kenyataan bahwa kondisi medan akustik yang baik bagi ‘presentasi’ jenis musik tertentu sangat ditentukan oleh karateristik sinyal dari gubahan musik itu sendiri, maka penelitian atas karakteristik akustik secara lengkap dari gubahan musik hasil dari kreativitas senimannya perlu dilakukan. Sebagai gambaran, meskipun alat-alat musik yang digunakan sama, namun kreativitas dari seniman dapat menghasilkan gubahan musik yang berbeda-beda, misalnya jika dilihat dari sisi temponya. Hal ini perlu dipahami mengingat jika musik itu dimainkan di dalam ruang tertutup misalnya auditorium, ‘resital hall’, ataupun ‘concert hall’, maka karakteristik sinyal dari gubahan musik tersebut sangat menentukan kondisi akustik optimal yang dapat didengarkan oleh penontonnya.
Objektif selanjutnya adalah mengidentifikasi kondisi akustik optimum sesuai dengan ’preferensi’ dari pendengarnya. Sebelumnya perlu untuk dijelaskan bahwa kondisi medan akustik yang dialami oleh pendengar terdiri dari penggabungan empat parameter utama, yaitu :
1. Tingkat pendengaran (Listening Level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dBA.
2. Waktu tunda pantulan awal (Initial Delay Time), yaitu waktu tunda yang terjadi antara suara langsung dari sumber ke pendengar dan suara pantulan,
3. Waktu dengung subsequent (Sub-sequent Reverberation Time), yaitu waktu dengung yang berhubungan satu-satu dengan posisi sumber suara dan penerima dan
4. Korelasi silang sinyal antar kedua telinga (Inter-Aural Cross Correlation, IACC), yaitu besaran yang menyatakan adanya perbedaan sinyal suara yang diterima di telinga kiri dan kanan pendengar.
Tiga parameter utama dari 1 sampai 3 di atas adalah parameter yang bersifat temporal dan besaran ini dapat diukur dengan menggunakan satu channel pengukuran saja, misalnya menggunakan sound level meter atau frequency analyzer 1 channel. Disamping itu, ketiga parameter tersebut memiliki karakteristik yang juga sangat tergantung kepada frekwensi. Sementara parameter utama yang keempat adalah besaran yang bersifat spatial dan hanya dapat diukur dengan menggunakan instrumen dual channel dengan memanfaatkan dummy head. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dua buah telinga yang posisinya sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi adanya ruang dan juga dapat melokalisasikan posisi dari sumber suara. Adanya ke-empat parameter utama akustik ini, bukan hanya berlaku bagi medan suara di dalam ruangan (indoor) tetapi juga berlaku untuk sistem tata suara di luar ruangan (outdoor). Dengan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa disisi sistem pendengaran manusia memiliki 4 dimensi yang sama dengan sistem visual, namun sistem pendengaran memiliki 3 dimensi waktu dan satu dimensi ruang. Sementara pada sistem visual manusia memiliki 3 dimensi yang menyatakan karakteristik ruang dan satu dimensi tentang waktu.
Berkaitan dengan penjelasan ringkas diatas, maka objektif selanjutnya dari program ini adalah menentukan besaran optimum dari masing-masing empat parameter akustik medan suara tersebut. Penentuan parameter optimum ini akan melibatkan proses penelitian yang menerapkan methoda psiko dan phisio-akustik, dimana response subjektif dan objektif dari para subjek pendengar yang diberi presentasi variasi parameter medan suara mesti dianalisis dengan teliti. Disamping melibatkan subjek, penelitian ini juga memerlukan bantuan simulasi medan suara di dalam laboratorium yang melibatkan sarana peralatan yang memiliki ketelitian tinggi.
Objektif utama dari program ini adalah dihasilkannya rancangan Gedung Konser, atau paling tidak berupa 'gedung rehearsal' yang mungkin berbentuk Gedung Kesenian yang secara akustik memadai untuk meningkatkan kualitas pagelaran seni musik tradisional tersebut.
Bersambung lagi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H