Urgensi Makna, Tafsir dan Haluan Pancasila
Di penghujung 2013, saya merasa sangat beruntung, menjadi saksi sejarah sebuah celah ("cacat") besar dalam konstitusi kita.
Dalam sebuah sengketa Pilkada yang disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (saat itu dipimpin oleh Bapak Hamdan Zoelva), saya mendengarkan langsung pengakuan dalam persidangan.
Bapak Hamdan Zoelva membuka dengan pernyataan terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi. Selain memutus sengketa hasil Pilpres/Pilkada, MK juga berwenang untuk menguji kesesuaian UU terhadap UUD 1945. Lazim kita kenal dengan istilah Judicial Review (JR).
Namun, bukan itu yang buat saya terkejut terheran-heran, melainkan pertanyaan dari pemohon kepada Majelis Hakim MK saat itu.
"Yang Mulia Majelis Hakim, Pancasila adalah dasar Negara RI dan sebagai hierarki tertinggi dalam peraturan perundang-undangan, UUD 1945, tunduk pada Pancasila sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Pertanyaan saya, Siapakah yang berwenang untuk menguji kesesuaian UUD 1945 terhadap Pancasila ?. Mengingat, UUD 1945 telah mengalami 4 (empat) kali amandemen. Apa standar yang dipakai oleh MPR RI sehingga dapat memastikan bahwa amandemen telah sesuai dengan Pancasila ?"
Pertanyaan tersebut sempat membuat Bapak Hamdan Zoelva dkk terdiam sejenak. Senyap sepersekian detik. Untuk beberapa saat, mereka sempat berdiskusi. Sejurus kemudian, mewakili Majelis Hakim, Bapak Hamdan Zoelva menjawab diplomatis seperti ini, "Pertanyaan saudara Pemohon sangat mendasar dan filosofis, jujur, itu di luar kewenangan MK".
Peristiwa bersejarah tersebut membuka mata saya, bahwa amandemen UUD 1945 yang telah diamandemen 4 (empat) kali itu, ternyata tanpa haluan Pancasila. Tidak ada standar baku apakah amandemen tersebut telah sesuai dengan Pancasila. Dengan demikian, [makna, tafsir dan haluan] Pancasila mutlak kita butuhkan, sangat (3x) penting. Itu pula alasan Pancasila saat ini masih menjadi bola panas, multitafsir. Ya, wajar saja. Wong standar baku [makna, tafsir dan haluan]-nya saja tidak ada.
Pertanyaannya, jika MK saja tidak berwenang, lantas kewenangan siapa ? Yang jelas, tidak mungkin kewenangan eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Sebuah kemustahilan hukum jika [makna, tafsir dan haluan] Pancasila adalah produk UU atau produk dari BPIP, lembaga yang dibentuk oleh Presiden RI (eksekutif).
-QFA-
#RepublikasiDamai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H