REVOLUSI SISTEM POLITIK-EKONOMI ADALAH SOLUSI MEREDUKSI OLIGARKI..
Negara adalah suatu kumpulan ragam bangsa yang berdiri di atas sejarah manusia, kedaulatan, dan sejarah peradaban dalam rangka mengatur cita-cita hidup ragam manusia baik sebagai individu, komunitas, kelompok tau entitas kesatuan hidup lainnya satu paket dengan sistem pemerintahan dan tata kelolanya. Pada pelaksanannya negara yang juga berfungsi sebagai institusi ini memiliki pusat kekuasaan yang di kendalikan oleh kekuatan politik segelintir orang yang sejatinya berupaya untuk mencapai tujuan bersama sesuai amanah hukum yang telah disepakati. Â
Dalam lingkup ke Indonesiaan cita-cita bersama Negara Indonesia tertuang dalam Prembule UUD 1945 Alinea ke-4 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang hingga hari ini pada hakikatnya Negara Indonesia masih mencari bentuk pemerintahan yang ideal demi mewujudkan amanah UUD 1945 tersebut. Fakta membuktikan bahwa sejak Indonesia Merdeka mulai dari orde lama hingga reformasi terjadi perubahan amandemen UUD 1945, di mana hal ini mempengaruhi sistem perpolitikan Indonesia. Selama masa revolusi kemerdekaan atau era Orde Lama dari perjuangan panjang Bung Karno dkk, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun dengan idealisme dan motivasi untuk membangun sistem pemerintahan yang berdaulat dan mandiri. Akan tetapi kenyataannya negara ini sistem pemerintahan mengalami beberapa perubahan hingga menuju Sistem Demokrasi Terpimpin yang akhirnya menjadi awal mula lengsernya Sang Revolusioner.
Pasca runtuhnya Orde Lama dan Orde Baru mengambil alih tampuk kekuasaan, selama tiga dekade lebih, institusi negara mengalami penguatan di mana sistem ekonomi politik menjadi instrumen kekuasaan otoritarianisme demi mencapai agenda pembangunan nasional yang menjadi tujuan. Rezim Orde Baru memang berhasil melakukan transformasi masif dalam sistem perekonomian nasional.Â
Pertumbuhan yang terus meningkat dan pembangunan yang berlangsung pesat adalah indikator penting dari keberhasilannya. Orde Baru banyak memberikan apa yang dibutuhkan rakyat Indonesia pada saat itu. Dan hal itu dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik persuasif maupun opresif yang termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan (Amir dkk, 2020).  Namun, Rezim Orde  Baru dinilai tidak  demokratis  karena sistem pemerintahan yang di jalankan bersifat monolitik dan sentralistik sehingga cenderung sangat tertutup terhadap kritik dan umpan balik. Akibatnya, kekuasaan Orde Baru yang begitu otoriter mengakibatkan banyak peristiwa yang merenggut nyawa baik itu Tragedi Gejayan, Persitiwa Trisakti 1998, Tragedi 30-S PKI tak terkecuali praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang begitu kronis hingga berujung pada runtuhnya legitimasi kekuasaan Orde Baru ketika krisis moneter global menghantam Indonesia di akhir abad ke-20.
Sejak tumbangnya rezim otoriter Orde Baru yang juga di ikuti dengan transformasi sosial politik secara masif, kini Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah sebagai suatu negara bangsa yakni "Reformasi". Babak reformasi menuntut perubahan besar-besaran dalam cara kita berpolitik dan mengatur sistem pemerintahan. Demokrasi dengan tahapan amandemen ke III dank ke-IV UUD 1945 menjadi aturan baru menggantikan sistem pemerintahan otoriter.Â
Dan sejak itu, Indonesia telah mewujudkan sistem demokrasi selama lebih dari dua dekade. Pada kondisi ini Indonesia semestinya telah memasuki tahap konsolidasi demokrasi. Di mana sistem demokrasi Indonesia sudah mencapai kondisi stabil dalam arti sistem demokrasi sudah mengakar ke bawah dan dipraktikkan secara menyeluruh. Perubahan struktural telah terjadi dalam sistem kekuasaan politik. Dan perubahan ini tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga merebak ke seluruh penjuru Nusantara dimana pemberian otoritas dalam tata kelola pemerintahan ke pemerintah lokal memberi peluang besar bagi kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola pemerintahan lokal sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing (Amir dkk, 2020).
Kuatnya sistem demokrasi dalam tahap ini hingga hegemoni yang menguat dari setaip lini masyarakat hari ini dengan salah satunya adalah munculnya partai poltik baru di Indonesia, maka sangat sulit bagi kekuatan-kekuatan yang tidak menyepakati praktek demokrasi untuk mencongkel  dan  merusak  tatanan demokrasi  yang  telah  dibangun. Â
Namun yang kedepan jadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah Praktik Demokrasi kita hari ini telah sesuai dengan amanah PANCASILA sebagai Negara yang Berketuhanan sesuai UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2, untuk mencapai cita-cita bernegera?? Jika iya siapakah yang berhak menguji kesesuaian tersebut dan bagiamana tolak ukurnya?? Sebab pada kenyataannya kualitas demokrasi di Indonesia masih jauh untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa dan negara.
Kondisi sosial ekonomi yang diwarnai dengan lebarnya ketimpangan di antara berbagai golongan masyarakat adalah salah satu fakta yang tidak terelakkan. Penelitian terbaru lembaga riset SMERU Institute menunjukkan bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung berpenghasilan lebih rendah ketika mereka dewasa. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan anak-anak miskin setelah dewasa 87% lebih rendah dibanding mereka yang sejak anak-anak tidak tinggal di keluarga miskin. Tidak bisa dipungkiri, ada saja anak yang berasal dari keluarga miskin yang berhasil keluar dari siklus kemiskinan. Namun, persentasenya seperti sampling error dalam hitungan statistik. Tingginya biaya politik  untuk berkampanye, maraknya transaksi politik, dan praktik dagang  sapi antar politisi berdampak  pada  kewajiban  partai  politik  untuk  melakukan  konsolidasi  koalisi  yang berimplikasi  pada  mekanisme  bagi-bagi  jabatan berakibat buruk pada perilaku Korupsi dalam praktek demokrasi hari ini.Â