Mohon tunggu...
arie setiawan
arie setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelance writer

Menjadi new be untuk tetap bisa to be

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Pengawasan kepada Lembaga Pengawas?

3 Mei 2017   17:01 Diperbarui: 5 Mei 2017   08:52 4119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DPR merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Sebagai anggota lembaga negara yang merupakan perwakilan dari rakyat, DPR tentunya memiliki tanggung jawab untuk menyalurkan aspirasi rakyat guna mensejahterakan rakyat itu sendiri. Partisipasi DPR dalam penyelenggaraan pemerintahan tertuang dalam berbagai tugas, wewenang, dan hak. Akhir-akhir ini yang sedang menjadi perbincangan adalah mengenai hak angket DPR untuk menyelidiki badan pemeriksa keuangan (KPK) yang sedang mengusut kasus e-KTP. Dalam peraturannya, hak angket DPR adalah untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jika kita melihat tugas dan wewenang DPR yang membahas & menyusun RUU adalah bersama presiden, maka dalam peraturan ini dapat kita logikakan bahwa 'pelaksanaan suatu UU/kebijakan pemerintah', pemerintah dalam hal ini adalah pihak eksekutif. Menurut saya, KPK adalah lembaga diluar pemerintahan eksekutif dan jelas ranah DPR tidak mencakup kesana. Sebenarnya sah-sah saja DPR sebagai wakil rakyat yang mempunyai tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat melakukan penyelidikan atau audit terhadap lembaga negara atau pemerintahan baik departemen ataupun non departemen. Namun apabila lembaga yang diadit merupakan lembaga netral yang juga bertujuan mulia untuk memberantas korupsi demi kemakmuran rakyat apakah pantas ? apakah tidak sebaiknya melakukan pendampingan dan memberikan dukungan dalam upaya pengusutan kasus-kasus korupsi yang juga terindikasi melibatkan beberapa anggota dewan. 

Indonesia merupakan negara demokrasi, yang kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Melalui reformasi yang terjadi kurang lebih 19 tahun yang lalu, Indonesia berhasil menumbangkan era orde baru yang merupakan tonggak lahirnya negara demokrasi. Sejarah singkat terjadinya reformasi tidak lain karena adanya kekuasaan yang absolute oleh pemerintah Orba pada masa itu, yaitu oleh presiden Soeharto. Presiden yang merupakan lembaga eksekutif memiliki kekuasaan tidak terbatas atas segala aspek pemerintahan, hingga munculah gerakan reformasi. Sejak awal era reformasi, gerakan reformasi terlalu memberikan perhatian bagaimana membatasi kekuasaan eksekutif dan sekaligus bagaimana memberdayakan kekuasaan legislaif. Kini ketika legislatif (DPR) telah memiliki kekuasaan seakan-akan dilupakan pentingnya membatasi dan mengontrol kekuasaan DPR. Pada masa reformasi, pemerintahan Indonesia menganut sistem Presidensil dimana Presiden (eksekutif) sebagai kepala negara dan pemerintahan dan pelaksanaan undang-undang diawasi oleh DPR. Lambang supremasi yang merefleksikan rakyak Indonesia berada dalam pangkuan MPR. MPR sendiri keanggotaanya merupakan perwakilan dari anggota DPD dan mayoritas anggota DPR. 

Sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki tugas pengawasan terhadap eksekutif dan lembaga-lembaganya, lalu siapa yang mengawasi lembaga pengawas ini? Ketika dihadapkan kepada sebuah teori bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan direpresentasikan melalui MPR. Walau bagaimanapun, lembaga pengawas tetap perlu diawasi juga agar tidak muncul kecenderungan yang semakin tidak terkontrol. Apabila kita menengok pemerintahan masa Orba otoriter dan represif, bukan tidak mungkin pemerintahan sekarang melalui lembaga perwakilan rakyat melakukan hal yang sama, otoriter dan represif berjamaah. Apakah tidak lebih ironis? Coba kita renungkan, KKN berjamaah yang terjadi saat ini seakan sudah menjadi kebiasaan dan kewajaran (budaya yang membudaya) dalam diri wakil rakyat. Apabila hal ini terus terjadi, akan menyebabkan lembaga negara menjadi sebuah lembaga yang tak tersentuh oleh kekuatan apapun. Jika ada indikasi lembaga pemerintah menjadi lembaga untouchable atau superbody, lalu seberapa efektif undang-undang tentang susunan dan kedudukan DPR membantu kita mengawasi dan mengontrol DPR? 

Seperti yang sering kita lihat dalam pemberitaan dimedia-media, sedikit sekali anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna sehingga rapat harus ditunda atau dibatalkan karena tidak memenuhi quorum. Semakin banyaknya isu dan bahkan telah menjadi fakta tentang perilaku anggota dewan yang melakukan praktek KKN. Padahal DPR diamanatkan untuk mengawal reformasi dan menghapuskan praktek KKN. Perlu adanya perbaikan sistem demi lembaga negara yang lebih baik dan demi kepentingan seluruh warga negara. Sebagai bagian dari pilar demokrasi, maka DPR sesungguhnya memiliki wewenang strategis. Bisa dibayangkan bahwa negara harus melakukan kebijakan-kebijakan yang berada di jalur aturan-aturan yang sangat ketat dan itu semua sangat tergantung kepada bagaimana DPR berperan.  Makanya, jalannya pemerintahan juga akan menjadi baik, jika semua produk hukum yang dihasilkan oleh DPR sesuai dengan asas keadilan, tanggung jawab, transparan dan memenuhi kebutuhan masyarakat umum.

Sering terdapat kritikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPR selalu bernuansa politis. Artinya lebih merupakan tindakan politis ketimbang tindakan membela kepentingan negara secara umum. Jika DPR melakukan kritik dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah juga dianggap sebagai tindakan oposisi untuk membangun  bargaining power. Di sinilah aspek strategis DPR sebagai badan legislative di dalam sistem pemerintahan demokratis. Menjadi anggota DPR tentunya memiliki kewajiban untuk membela kepentingan rakyat. Makanya, setiap anggota DPR tentu  di dalam tubuhnya harus mengalir pertanggungjawaban untuk membela rakyat. Ketika seseorang sudah menjadi wakil rakyat, maka loyalitasnya tentu harus kepada rakyat. Bukan kepada partainya saja atau kemlompoknya saja, akan tetapi kepada rakyat secara umum, sesuai dengan tanggungjawab dan tupoksinya. Didalam perannya untuk menghasilkan UU atau peraturan lainnya, maka harus mempertimbangkan terhadap kepentingan rakyat. (Prof. Dr. Nur Syam, M.Si)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun