Para pelaku perjalanan umumnya memiliki tiga latar belakang dalam melakukan perjalanan yaitu untuk bisnis, leisure dan sosial seperti mengunjungi saudara dan kerabat, oleh karena itu pula para maskapai penerbangan membagi para pelanggannya berdaasarkan ketiganya.
Pertanyaannya kini apakah ketiga latar belakang itu masih sepenuhnya dapat dijadikan dasar oleh maskapai -- bahkan stelah pandemi sekalipun -- dimana pertemuan atau meeting secara daring kini menjadi salah layanan yang dapat diandalkan?
Kita juga tidak dapat menyampingkan fakta bahwa para pelaku perjalanan tersebut berasal dari berbagai generasi -- mulai dari generasi baby boomer, millenial hingga generasi Z dimana setiap generasinya memiliki pilihan dan preferensinya masing masing.
Pilihan dan preferensi yang berbeda beda ini setidaknya perlu diakomodasi oleh maskapai bila ingin menjaring sebanyak mungkin pelanggan, apa langkah yang mesti menjadi perhatian maskapai?
Apakah dengan menawarkan harga tiket rendah dan pemberian diskon sudah cukup?
Kedua hal ini dari sisi maskapai tidak selamanya dapat dilakukan terutama ketika tingkat keterisian kursinya tinggi terlebih pada musim liburan tiba, sedangkan dari sisi pelaku perjalanan yang berasal dari berbagai generasi yang memiliki tingkat sensitivitas masing masing yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor pula.
Misalnya pada generasi Z dengan gaya hidup frugal nya,.mereka ini adalah frugal flier.yang cenderung akan lebih sensitif terhadap harga dibandingkan pelaku perjalanan dan wisata lainnya karena akan lebih memilih membelanjakan uangnya di destinasi daripada pada perjalanan.
Selain menjaring pelanggan, maskapai juga perlu meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap maskapai agar mereka tetap menggunakan jasa maskapai dalam memenuhi segala kebutuhan perjalanan pelanggannya.
Kita mengenal program loyalitas maskapai atau frequent flier pastinya, program ini memang terbilang jitu dalam meningkatkan loyalitas pelanggan maskapai, namun apakah program ini dapat meningkatkan loyalitas pelanggan maskapai dari berbagai generasi?
Dalam survei "Beyond the Ticket: Winning Traveler Loyalty with Rewards & Ancillary Services", situs OAG menyimpulkan bahwa dari 2,000 orang yang di Amerika Utara hanya 65% dari generasi Z serta 70% dari generasi milenial yang mendaftar program frequent flier maskapai, di lain sisi 80% dari generasi Baby Boomers serta 89% dari generasi X yang mendaftar program frequent flier.
Hasil survei tersebut setidaknya juga menggambarkan bahwa kebanyakan dari pelanggan dari generasi Z dan milenial cenderung tidak cukup loyal terhadap satu maskapai saja (brand loyalty), mengapa demikian? Apakah karena pilihan dan prefeensi mereka yang kurang diakomodasi oleh maskapai?
Mari kita melihat generasi Z yang sehari hari sudah menjadikan smartphone sebagai bagian dari hidupnya termasuk ketika mereka melakukan penerbangan dimana membutuhkan akses untuk mereka dapat terhubung dengan dunia maya.
Mereka menggunakan smartphone mulai dari pemesanan tiket, dilanjutkan di bandara terutama jika ada keterlambatan waktu keberangkatan, sampai hingga selama penerbangan mereka akan mencari hubungan dengan dunia maya.
Apakah semua maskapai sudah menyediakan layanan wifi pada semua pesawat dan penerbangan yang.mereka miliki? Bagaimana juga ketika maskapai yang mengklaim sebagai maskapai layanan penuh (FSC) namun tidak adanya layar untuk layanan in-flight entertainment selama penerbangan?
Generasi Z dan milenial lebih banyak melakukan perjalanan ke luar negeri (globetrotting) dimana peran media sosial merupakan pemicu dari naiknya tingkat ketertarikan dan keinginan (wanderlust) generasi muda untuk melakukan liburan ke luar negeri
Namun jika kita membicarakan penerbangan ke luar negeri pastinya akan lebih banyak merupakan penerbangan jarak sedang dan jauh, bagaimana mereka dapat terhubung dengan dunia maya bila tidak ada layanan wifi dari maskapai?
Pada sisi ini kita bisa melihat bahwa pengalaman selama penerbangan atau passenger experience (PaxEx) tidak hanya perlu mencakup semua kelas, tapi juga dapat mengakomodasi segala generasi.
Layanan selama penerbangan seperti in-flight entertainment ataupun wifi adalah dua layanan yang dapat melakukan itu kepada segala generasi karena layanan ini dapat mengusir kebosanan selama penerbangan -- dan khusus untuk layanan wifi -- adalah untuk agar kita tetap terhubung dengan dunia meskipun berada di dalam pesawat.
Bagi maskapai, menjaring ataupun meningkatkan loyalitas sebanyak mungkin pelanggan berarti peningkatan pendapatan, namun untuk mencapai itu tidak dapat dilakukan dengan hanya melihat dari latar belakang atau tujuan perjalanan dari.pelanggannya.
Maskapai perlu memahami pelanggannya yang dari berbagai generasi khususnya generasi Z dan milenial dimana beberapa dari mereka menjalankan kehidupan frugal, ini artinya maskapai tidak hanya perlu menjadikan mereka sebagai frequent flier tapi juga sebagai frugal flier disaat yang sama.
Harga tiket yang rendah dan diskon tanpa disertai dengan nilai tambah sepertinya tidak cukup, nilai tambah disini juga tidak selamanya akan menguras tingkat keuntungan maskapai bila maskapai benar benar memahami pelanggannya terutama dari generasi muda.
Berbagai inovasi perlu dilakukan seperti misalnya mengubah skema dari program loyalitas maskapai dimana para anggotanya bisa menukarkan poin dengan berbagai jenis layanan -- tidak hanya penerbangan ataupun hotel -- tapi juga dengan layanan lainnya terutama yang berhubungan dengan kegiatan liburan mereka seperti penyewaan kendaraan dan lainnya.
Loyalitas terhadap maskapai (brand loyalty) masih perlu dijadikan perhatian maskapai dari para pelanggannya dari berbagai generasi, maskapai kini tidak hanya cukup dengan mengandalkan program loyalitas maskapai (frequent flier) saja atau bahkan hanya dengan mengubah skemanya.
Kehadiran flight pass dapat dijadikan pemikiran bagi maskapai untuk meningkatkan loyalitas.pelanggannya sekaligus dapat menjadi maskapai yang dapat memesan lebih awal tiket perjalanan udara bagi pelanggannya selama sebuah kurun waktu.
Dengan flight pass, para pelaku perjalanan dapat hanya membayar sekali atau juga berlangganan (flight subscription) dan kemudian melakukan beberapa penerbangan dalam kurun waktu tertentu serta dengan tujuan bervariasi dari satu maskapai ke maskapai lainnya.
Maskapai Malaysia Airline dengan MHFly Pass ASEAN misalnya menawarkan tiga zona dimana salah satunya penerbangan dari Kuala Lumpur ke Bali pp.
Jumlah pengguna angkutan udara  memang akan selalu cenderung terus bertambah tapi maskapai jangan sampai melupakan bahwa pelanggannya juga akan berasal dari berbagai generasi dimana pilihan dan preferensinya dapat berbeda beda, sehingga maskapai perlu terus berinovasi dalam menjaring dan meningkatkan loyalitas pelanggannya.
Namun demikian, akan selalu ada kemungkinan keberadaan maskapai yang hanya mengandalkan statistik peningkatan jumlah pelaku perjalanan udara saja, dengan kata lain maskapai tetap berada di old school.
Old School yang artinya melakukan dengan cara yang lama, padahal menurut situs McKinsey, pada tahun 2025 nanti generasi Z di Asia akan berjumlah seperempat dari total penduduk di Asia.
Jika kita mengambil angka 1,5 milyar orang saja, ini berarti jumlah generasi Z di Asia berjumlah sekitar 375 juta orang, apakah ini bukan pangsa pasar yang menjanjikan?
Salam Aviasi
***
Referensi :
https://www.endava.com/insights/articles/how-airlines-can-win-a-new-generation-of-passengers
https://skift.com/2020/06/02/can-flight-subscriptions-help-airlines-recover-from-an-unprecedented-drop-in-demand/
https://www.oag.com/pressroom/gen-z-travel-habits-usher-in-new-future-for-airline-rewards-programs-oag-survey-reveals
https://www.oag.com/blog/redefining-loyalty-next-frontier-traveler-relationships
https://www.vocabulary.com/dictionary/old%20school
https://edition.cnn.com/cnn-underscored/travel/best-airlines-offering-flight-passes-packages
https://www.malaysiaairlines.com/id/id/other-offerings/travel-passes.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H