Dengan melihat perkembangannya, ada beberapa maskapai berbiaya rendah yang tidak lagi sesuai dengan ciri ciri yang disebutkan di atas seperti misalnya pada nomor 2, di mana kini terdapat maskapai berbiaya rendah yang melakukan penerbangan jarak jauh serta juga beroperasi di bandara utama -- tidak lagi hanya di bandara non utama. Contoh maskapai berbiaya rendah yang melayani penerbangan jarak jauh adalah Air Asia X.
Hal ini tentu akan berimbas pada biaya operasionalnya seperti bahan bakar dan juga biaya biaya yang ditetapkan oleh bandara seperti landing fee dan ground handling dimana bandara utama biasanya menetapkan lebih tinggi dari bandara non utama.
Maskapai berbiaya rendah yang beroperasi di bandara utama akan mengalami penurunan pada margin pendapatan operasionalnya karena mengeluarkan biaya yang lebih tinggi di bandara utama -- berbeda dengan maskapai layanan penuh dengan harga tiket yang lebih tinggi, kecuali bila maskapai berbiaya rendah pada akhirnya menyesuaikan harga tiketnya untuk menutupi perbedaan biaya antara di bandara utama dan non utama.
Dari sisi pelaku perjalanan, penyesuaian harga tiket tersebut membuat selisih harga tiket antara maskapai layanan penuh dengan maskapai berbiaya rendah semakin kecil namun dengan perbedaan layanan yang tidak berubah.
Perkembangan lainnya adalah pada kelas penerbangannya di mana kini ada beberapa maskapai berbiaya rendah yang juga melayani selain kelas ekonomi juga melayani kelas bisnis dengan standar layanan maskapai layanan penuh atau maskapai induknya.
Hal ini berarti pula maskapai berbiaya rendah perlu mengeluarkan biaya untuk instalasi inflight entertainment di kursi pesawat mereka serta biaya pada makanan dan minuman (inflight meal) apabila maskapai menyediakan layanan ini termasuk dalam tiket.
Perkembangan ini setidaknya membuat perbedaan secara definisi antara maskapai layanan penuh dengan maskapai berbiaya rendah semakin tipis dan jika dari sisi pelaku perjalanan yang sangat sensitif pada harga, perbedaan model bisnis maskapai ini hanyalah berupa perbedaan harga -- karena layanan akan menyesuaikan dengan harga.
Dari sisi maskapai, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan maskapai berbiaya rendah yang keluar dari definisinya karena keadaan dan kondisi pasar yang mendorong mereka ke sana.
Peningkatan jumlah pelaku perjalanan udara serta preferensi dari masing-masing pelaku perjalanan bisa jadi menjadi pendorongnya, karena dengan meningkatnya jumlah pelaku perjalanan tanpa ditambah dengan ketersediaan kursi berarti kesempatan bagi maskapai berbiaya rendah untuk menangkapnya bila maskapai layanan penuh tidak bisa menyediakannya.
Alasannya bisa karena maskapai layanan penuh tidak lagi memiliki ketersediaan pesawat dan juga memerlukan waktu untuk dapat menerima pesawat baru dari pabrikan pesawat.
Preferensi pelaku perjalanan yang lebih banyak menginginkan penerbangan non stop daripada transit bisa ditangkap oleh maskapai berbiaya rendah baik dari bandara non utama maupun bandara utama karena pesawat yang mereka bisa menyediakan itu tanpa harus transit di bandara pengumpul (hub).