Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Manusia dan Alam dengan Sumber Daya Alam juga Energinya

31 Agustus 2023   19:48 Diperbarui: 2 September 2023   07:45 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahan bakar fosil sudah menjadi bagian dari banyak aspek kehidupan umat manusia mulai pribadi, bisnis, leisure, proses produksi, distribusi hingga transportasi.

Semua alat transpotasi dapat dikatakan membutuhkan bahan bakar fosil baik yang padat maupun cair, bahkan kereta api bertenaga listrik pun tidak sepenuhnya dikatakan ramah lingkungan ketika listrik yang didapat berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel.

Ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil pada satu waktu akan tiba pada pertanyaan berikut, bagaimana jika semua bahan bakar fosil akan habis?

Bagaimana para commuter dapat pulang pergi dari rumah ke tenpat kerja mereka sehari hari, bagaimana para wisatawan dapat berlibur ke benua lain dengan pesawat untuk menyingkat waktu perjalanan, bagaimana makanan dapat dimasak ataupun diproduksi serta didistribusikan?

Pertanyaan pertanyaan ini mungkin jarang mampir ke benak kita karena kita hidup dalam keadaan yang serba tersedia dan bahkan terkadang tidak memperdulikan pemakaian yang berlebihan akan energi listrik karena menganggap uang yang dimiliki dapat selalu meng cover-nya.

Namun bagaimana jika kita mengetahui prediksi dari berbagai sumber yang menyatakan semua bahan bakar fosil dunia akan habis dalam waktu 50--60 tahun mendatang?

Sebuah situs mengatakan bahwa minyak dunia akan habis pada tahun 2052 sedangkan batu bara akan habis pada tahun 2060, bagaimana dunia akan terlihat setelah bahan bakar fosil tidak tersedia lagi?

Prediksi tersebut didasari oleh tingkat konsumsi umat dunia saat ini yang dari tahun ke tahun jumlahnya juga bertambah yang secara otomatis meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil secara global.

Dengan kata lain prediksi tersebut bisa meleset lebih cepat kecuali ditemukan sumber bahan bakar fosil baru yang siap dieksplorasi kemudian.

Alat transpotasi seperti kapal laut, bus, kereta api, kendaraan roda dua/empat, dan pesawat selalu bertambah jumlahnya seiring dengan peningkatan permintaan dari penduduk dunia yang juga terus bertambah, begitu pula emisi karbondioksida dan gas gas lainnya yang mencemari alam tempat kita dan sumber makanan kita seperti tumbuhan dan hewan.

Kita sering lupa bahwa alam juga perlu dijaga dan dipelihara kebersihannya --sama dengan rumah dan pekarangan tempat tinggal kita, kata lupa di sini disebabkan karena tidak sedikit dari kita yang tidak menyadari bahwa alam adalah rumah dan pekarangan kita juga -- akibatnya rasa memiliki alam kurang merasuk ke dalam diri kita.

Kita lupa bahwa anak dan cucu kita yang kini selalu kita sediakan segala kebutuhannya hingga dewasa akan juga hidup di alam yang sama dengan kita saat ini namun semua itu juga bisa berubah ditangan kita sendiri.

Kemewahan yang mereka rasakan kini akan berubah bentuknya dari barang barang mewah menjadi energi yang mereka perlukan untuk memenuhi segala kebutuhan mendasar dalam kehidupan mereka sehari hari, mengapa energi menjadi kemewahan?

Kelangkaan adalah jawabnya, keadaan yang sebenarnya sudah kita lihat di beberapa bagian dunia dimana air menjadi sebuah kemewahan bagi kehidupan sebagian umat dunia.

Makna langka tidak hanya karena barang lama tapi juga karena ketersediaannya sangat terbatas, contohnya mungkin produk tas branded terkenal yang hanya di produksi dalam jumlah terbatas sehingga ketersediaannya juga terbatas tapi tetap menjadi bahan incaran bagi beberapa dari kita.

Menjaga dan memelihara alam tidak selamanya membutuhkan dana melimpah, hanya dbutuhkan kebangkitan dari kesadaran kita bahwa alam ini adalah rumah dan pekarangan seluruh umat manusia.

Dengan kata lain bahwa meskipun kita sudah berkontribusi dengan uang yang kita miliki namun jika pola kehidupan kita tidak sinkron dengan kontribusi kita tadi maka kontribusi kita menjadi tidak maksimal.

Perlukah kita menggunakan kendaraan untuk pergi ke toko atau supermarket yang letaknya di dalam kawasan perumahan kita atau dapat dijangkau dengan berjalan kaki?

Perlukah kita menggunakan lebih dari satu kendaraan untuk mengantar kita dan keluarga ke bandara disaat satu kendaraan mungkin sudah bisa mengangkut kita dan barang bawaan kita?

Alam tidak hanya terdiri dari laut dan daratan dengan segala sumber daya alamnya tapi juga menyediakan udara yang tidak hanya menjadi kebutuhan kehidupan kita saja tapi juga bagi kesehatan kita.

Apakah ada manfaat kita mengajak anak anak kita ke alam terbuka seperti hutan atau pegunungan ataupun pesisir agar mereka dapat merasakan perbedaaan kualitas udara yang mereka hirup dengan di perkotaan?

Dan setelah mereka merasakan perbedaannya apakah mereka dapat bertahan dengan segala keterbatasan yang tersedia disana ?

Kita sebagai umat manusia sudah seyogyanya menjalin kehamonisan dengan alam karena alam lah yang menyediakan segala sumber kehidupan kita baik itu sumber daya alam dan sumber energi dengan memulainya dengan rasa memiliki alam seperti milik kita (semua) yang harus dijaga dan dipelihara.

Alam memang tidak menyediakan barang mewah berupa tas dan barang fashion lainnya maupun gadet dan lainnya namun alam bisa menyediakan kebutuhan dasar kehidupan kita yaitu udara,makanan dan energi namun ketika kita tidak merasa memilikinya dan tidak perduli maka alam pun kian hari kian tidak terjaga dan terpelihara.

Alam tidak membutuhkan segudang uang yang kita miliki, ia hanya membutuhkan perhatian alami dari penghuninya yaitu umat manusia.

Kita mungkin akan panik ketika menyadari bahwa toko kelontongan dan supermarket dekat rumah kita tutup selama beberapa hari, namun jika kita di alam rasa panik itu tidak terlalu tinggi karena kita masih bisa memasak sayur bening atau merebus jagung dan kentang sebagai energi kita untuk melakukan aktivitas termasuk berjalan kaki.

Keringat di kulit kita akan berbeda terasa antara di hutan pepohonan dan hutan beton, kita malas berjalan kaki di hutan beton  karena udara panas dan polusi yang kita ciptakan.

Alam menyediakan bahan makanan dan energi kepada kita semua bahkan kepada semua generasi manusia selama kita menumbuhkan kembali apa yang kita petik dan menanamkan kembali apa yang kita cabut dari tanah.

Investasi bagi anak dan cucu kita tidak hanya bisa berupa pendidikan saja tapi juga rumah dan pekarangan nan alami yaitu alam yang dengan segala sumber daya alam dan energinya.

Referensi :

mahb.stanford.edu/library-item/fossil-fuels-run/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun