Potensi bisnis juga dapat berasal dari hanggar dan tempat parkir pesawat yang bisa menggunakan sistem kepemilikkan ataupun sewa, tergantung bagaimana pengembang nantinya.
Fasilitas dan akses kawasan juga bergantung pada pengembang selama perencanaan dan tata ruang perlu melibatkan otoritas penerbangan sipil nasional baik pada sisi lapangan terbang maupun sisi pemanfataan ruang udaranya.
Contohnya misalnya, kawasan airpark ini setidaknya akan sama dengan bandara yaitu pada dataran datar dan tidak berbukit yang bebas dari hambatan yang dapat memengaruhi pengoperasian pesawat baik pada kawasan airpark itu sendiri maupun pada lintasan pesawat untuk landing dan takeoff.
Hal ini untuk memastikan bahwa kawasan tersebut memenuhi kriteria sebagai kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP).
Kordinasi dengan pihak penyedia navigasi udara yang dalam hal ini AirNav juga diperlukan dalam mengatur trafik baik itu dilakukan mandiri maupun melalui bandara umum.
Dengan melihat bangunan dan segala fasilitasnya, maka luas lahan kawasan airpark bisa sangat luas dan bahkan bisa lebih luas dari bandara umum.
Potensi bisnisnya juga tidak pada pengembang tapi juga pada pengelola lapangan terbang/bandara dan ruang udara serta tidak melupakan lapangan pekerjaan yang akan disediakan oleh pembangunan airpark ini.
Di beberapa negara sudah ada pengembangan airpark ini sejak lama seperti di Amerika, Australia dan Afrika Selatan.
Airpark berbeda dengan konsep aerocity ataupun aerotropolis, dimana airpark lebih kepada penerbangan umum (general aviation) dan para pemilik pesawat pribadi.
Dengan beradanya pesawat pesawat pada general aviation yang tidak menyatu dengan bandara umum diharapkan juga bisa mengurangi kepadatan di bandara umum terutama pada fasilitas parkir pesawat.
Airpark dapat menjadi sebuah pemikiran bagi pengembang kawasan yang ingin mengakomodasi para pemilik pesawat pribadi dalam memenuhi segala kebutuhan pada pesawat mereka sekaligus menyediakan kawasan hunian.