Salah satu maskapai di Amerika menggemparkan industri aviasi beberapa hari terakhir ini dengan mengumumkan pembelian pesawat supersonic Boom Overture besutan Boom Technology dalam jumlah yang tidak sedikit.
Menggemparkan karena penulis beranggapan langkah ini sangat berani dan tidak umum dilakukan maskapai ditengah tengah reaktivasi industri aviasi dimana banyak maskapai yang masih harus mengatur napas operasionalnya.
Selain itu pesawat Boom Overture yang dipesan oleh beberapa maskapai tersebut masih dalam tahap pengembangan dan baru akan terbang pertama kali pada tahun 2026 dan akan diperkenalkan pada tahun 2029.
Bahkan dikabarkan bahwa pihak Boom Technology baru menggandeng Rolls Royce untuk mengembangkan mesin dari pesawat ini pada tahun 2020 serta Northop Grumman untuk pengembangan pada pesawat militer.
Namun mungkin pertimbangan pihak maskapai sudah matang sehingga keputusan yang tidak populer saat ini menjadi sebuah pembicaraan dan perdebatan di kalangan industri aviasi sekaligus memberikan boost kepada perusahaan perusahaan yang sudah memulai project mereka pada pesawat supersonik ini.
Maskapai American Airlines merupakan maskapai yang terbaru memesan Boom Overture pada tanggal 16 Agustus 2022 yang lalu dengan pemesanan sebanyak 20 unit dengan opsi 40 unit sehingga totalnya 60 unit.
Jumlah total net order Boom Overture hingga kini sudah mencapai 206 unit baik yang terkonfirmasi dan opsi, jumlah ini sepertinya akan bertambah dengan banyaknya komitmen dari beberapa maskapai dan non maskapai untuk memesan.
Jumlah ini akan melebihi jumlah pesanan awal Airbus A-380 saat belum launching jumlah pemesanannya berjumlah 317 unit jika komitemen dari beberapa pihak menjadi pemesanan pesawat Boom Overture ini.
Selain dari itu maskapai Japan Airlines dikabarkan telah melakukan perjanjian kerjasama.dengan Boom Technology dengan menanamkan dana sebesar USD 10 milyar dollar untuk pengembangan Boom Overture sekaligus melakukan pre-order sebanyak 20 unit.
Dari perkembangan yang kini terjadi, ada beberapa hal yang penulis dapat lihat yaitu penerbangan point to point bukan lagi pilihan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi beberapa pengguna jasa transportasi udara, dan kedua adalah penerbangan supersonik yang dilayani maskapai akan masih lebih murah daripada menyewa atau bahkan memiliki pesawat jet pribadi.
Kecenderungan akan lebih banyaknya rute point to point juga sudah dapat terlihat pada Boeing B-787 Dreamliner yang dapat menghubungkan secondary airport ke primary airport di lain benua tanpa melalui hub, kemudian belakangan juga pada maskapai dunia seperti Qantas dengan project Sunrise nya yang meghubungkan kota kota besar di dunia dengan ketiga kota utamanya di Australia dengan penerbangan non stop.