Dari ilustrasi di atas mungkin ada yang bertanya mengapa pesawat A dan B tidak terbang lagi karena masih tersisa waktu dalam hari tersebut?
Jawaban satu adalah karena setiap pesawat membutuhkan waktu untuk inspeksi dan perbaikan jika ada ganguan pada pesawat. Selain itu maskapai juga melakukan persiapan seperti pembersihan kabin untuk penerbangan keesokan harinya.
Jawaban kedua adalah mengacu pada jam operasional bandara yang tidak semua berlangsung 24 jam sehingga secara teori maskapai memiliki waktu efektif dari jam 5 pagi hingga selambatnya jam 12 dini hari untuk mengoptimalkan penggunaan pesawatnya.
Bila dihitung dalam jam ini berarti terdapat waktu selama 19 jam bagi maskapai mengoperasikan pesawatnya dalam satu hari. Namun keefektifan produktivitas juga dapat dipengaruhi faktor eksternal seperti keadaan bandara asal dan kedatangan yang dapat mempengaruhi lewat jeda waktu antar penerbangan atau turnaround time (TAT).
Passenger Load Factor
Keadaan ini kemudian yang membawa kita kepada metrics yang disebut dengan passenger load factor yang berguna bagi maskapai untuk melihat seberapa efektifnya penggunaan pesawatnya pada rute penerbangan yang dilayani pesawat tersebut.
Perhitungannya adalah dengan pembagian dari Revenue Passenger Kilometer/mile dengan Available Seat Kilometer/mile.
Revenue Passenger Kilometer/Mile digunakan maskapai untuk mendapatkan jumlah kilometer/mile yang ditempuh oleh penumpang (yang membayar saja).
Perhitungannya adalah jumlah penerbangan yang dilakukan X jumlah kilometer per penerbangan X jumlah kursi terjual per penerbangan.
Misalnya, satu pesawat dengan penumpang yang membayar berjumlah 100 orang dengan menempuh rute 200 km maka perhitungannya adalah 1 x 100 x 200 = 20.000 RPK.
Sedangkan Available Seat Kilometer/Mile untuk menghitung kapasitas angkut yang tersedia pada pesawat pada sebuah rute untuk dapat menghasilkan pendapatan.
Perhitungannya adalah dengan perkalian jumlah kursi pada pesawat dan jumlah kilometer/mile yang diterbangkan pesawat tersebut