Penggunaan uang elektronik sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di daerah Jabodetabek. Bagi penggunaan angkutan umum, uang elektronik digunakan sebagai tiket kereta dan bus Transjakarta. Sedangkan, bagi pengguna kendaraan pribadi menggunakan uang elektronik untuk pembayaran tol dan tarif parkir kendaraaan. Uang elektronik memberikan kemudahan dalam pembayaran, tetapi di sisi lain menimbulkan keribetan bagi pengguna.
Uang elektronik ada yang berbentuk kartu dan server/ dompet digital (e-wallet) di Indonesia berjumlah 27 uang elektronik (per 8 Januari 2018, berdasarkan data pada website Bank Indonesia). Dalam pengisian uang elektronik dalam bentuk kartu sering menimbulkan keribetan, mulai dari ATM dan EDC bank (mesin gesek) yang mengalami gangguan, sulitnya mengisi saldo bagi pengguna non nasabah kartu penerbit uang elektronik, dan tidak bertambahnya saldo padahal transaksi sudah berhasil.
Hal yang menarik lainnya, ada berbagai jenis uang elektronik yang tersedia dan terkadang pengguna terpaksa untuk memilikinya agar dapat bertransaksi dan mendapatkan keuntungan yang ditawarkan. Pada suatu mal untuk pembayaran tarif parkir kendaraan, hanya menerima pembayaran dengan uang elektronik X sehingga mau tak mau, jika ingin parkir di mal harus memiliki uang elektronik X untuk membayar parkir kendaraan.
Ketika datang ke suatu acara kuliner yang disponsori bank A, pengunjung terpaksa membeli kartu uang elektronik bank A sebagaii tiket masuk. Begitu juga ketika datang ke acara pameran elektronik yang disponsori bank B, pengunjung kembali terpaksa, membeli kartu uang elektronik bank B sebagai tiket masuk. Padahal bisa saja seseorang sudah mempunyai kartu uang elektronik bank C, tetapi terpaksa membeli produk serupa dari bank A dan bank B.
Pada sisi lain ada manfaat dan keuntungan berupa promosi dan diskon yang diberikan, jika menggunakan uang elektronik tertentu. Saya pun memanfaatkan promosi cashback 10% dan bebas biaya administrasi dari salah satu uang elektronik dalam bentuk e-wallet untuk membeli token PLN. Proses pengisian saldonya tidak mudah, tetapi syukurlah ada promo cashback jika melakukan pengisian saldo dengan cara transfer dari bank lain.
Jika melakukan pengisian saldo kartu uang elektronik lebih dari Rp 200.000 dikenakan biaya tambahan Rp 750 per transaksi. Perwakilan dari Bank Indonesia menyampaikan, 96% pengguna uang elektronik melakukan top up saldo dengan nominal kurang dari Rp 200.000. Sehingga jika mengisi dengan nominal kurang dari Rp 200.000 maka tidak dikenakan biaya.
Penggunaan uang elektronik memberikan berbagai kemudahan, tetapi juga menimbulkan keribetan dalam penggunaannya. Ada biaya-biaya yang dikenakan dan kendala dalam melakukan pengisian saldo, banyaknya jenis uang elektronik yang harus dimiliki untuk bertransaksi pada suatu tempat dan keadaan tertentu.Â
Saya tak membayangkan jika harus memiliki dan menggunakan 27 uang elektronik yang ada di Indonesia. Semoga tidak sampai terjadi ya, tinggal kita yang bijak dalam menggunakan dan memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan dengan penggunaan uang elektronik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H