Mohon tunggu...
William Giovanni
William Giovanni Mohon Tunggu... Penulis - Financial Services and Tech Enthusiast

| Financial Services, Tech, and Stock Market Enthusiast | Tukang Ngemil |

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisahku Tiga Tahun Bersama Bank Syariah

8 Mei 2016   12:47 Diperbarui: 9 Mei 2016   14:56 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalan sebelumnya saya William Giovanni, saya non muslim. Bank syariah menjadi istilah yang asing bagi saya. Karena di lingkungan saya ada yang pernah membahas tentang bank syariah, apalagi memiliki rekening bank syariah. Bagi saya dahulu di bank syariah, nasabahnya hanya boleh yang beragama Islam.

Namun suatu hari tiba, tak kala saya sebagai penjual online di salah satu media sosial. Setelah mencatat barang yang dipesan dan menjumlah, saya mengirimkan besaran yang harus ditransfer ke rekening saya. Pembeli membalas pesan saya, "Mas, punya rekening bank syariah X tidak ya? Agar transfernya tidak berbeda bank dan dikenakan biaya tambahan." lalu saya membalas, "Maaf, saya tidak memilih rekening di bank syariah."

Namun saya terpikir, karena pembeli membeli dalam jumlah pesanan yang banyak, rasanya tak masalah jika saya membuka rekening bank syariah. Sayapun lanjut membalas pesan ke pembeli, "Saya buka rekeningnya dahulu, jika sudah ada saya akan kabari nomor rekeningnya". 

Saya mencari alamat bank syariah X lewat Google, saya menuju ke sana. Sesampainya di salah satu bank syariah daerah BSD, saya mengambil nomor antrian dan tak lama dipanggil ke meja Customer Service. Mas A yang melayani saya, ia meminta KTP saya dan dilihat oleh mas A.

Tampak raut wajah mas A berubah, seolah ada yang aneh dengan KTP saya. Mas A memberi pertanyaaan yang mengagetkan saya "Mas non muslim, yakin mau membuka rekening bank syariah? Mas tahu apa itu riba?" Sayapun bingung harus menjawab apa, saya hanya menjawab, "Iya, saya yakin. Bisa minta formulir yang akan saya isi?".

Mas A segera mengambilkan formulir pembukaan rekening, namun mas A meminta dokumen tambahan karena KTP saya berbeda dengan wilayah kerja bank syariah X. Sayapun memutuskan untuk tidak jadi membuka rekening di salah satu bank syariah di daerah BSD. 

Tak mau saya menyerah, saya akhirnya mencari alamat bank syariah X yang sesuai dengan alamat KTP saya. Akhirnya saya menemukannya. Keesokan harinya saya mendatangi bank syariah yang sama dengan cabang yang berbeda. Kali ini saya datang ke salah satu bank syariah X di daerah Mangga Dua.

Pagi hari saya datang, diberi nomor antrian dan dipersilahkan menuju meja customer service. Kali ini saya dilayani oleh Mba B, kembali KTP saya diminta dan tak lama mba B menjelaskan beragam jenis produk tabungan mengambilkan formulir pembukaan rekening. Kali ini tak ada pertanyaan aneh seperti mas A di salah satu bank syariah daerah BSD. Di bank salah satu bank syariah daerah Mangga Dua, mba B melayani saya dan menjawab satu demi satu pertanyaan saya dengan sabar. 

Saya yang non muslim cukup kebingungan dengan istilah keuangan dalam bahasa Arab. Mba B memandu saya juga mengisi formulir pembukaan rekening. Seusai membukakan rekening mba B menjelaskan bahwa ada biaya pembuatan kartu ATM, termasuk biaya infaq. Saya mengiyakan dan diminta menuju teller untuk melakukan penyetoran pertama dan membayar biaya kartu ATM beserta infaq.

Seusai transaksi, petugas teller mengucapkan sebuah kalimat doa yang terucap. Tentu saya tak keberatan, siapa yang akan menolak jika didoakan hal yang baik. Tellernya melayani saya dengan sangat ramah. Saya kembali ke meja customer service untuk aktivasi kartu ATM dan pergantian PIN. Setelah selesai semua proses tersebut, mba B memberikan kepada saya sebuah buku saku berjudul "Ayo ke Bank Syariah" agar saya lebih dalam memahami perbankan syariah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun