Mohon tunggu...
Tegar Herlambang
Tegar Herlambang Mohon Tunggu... Penulis - Research | Education Observer | Public Health | Legal Observer

Hidup untuk kebaikan serta kebermanfaatan sebagai wujud refleksi penerimaan dan rasa syukur dari sesuatu yang telah kita butuhkan bukan sekedar yang kita inginkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cyberbullying, Pasal Karet UU ITE, dan Etika Bermedia Sosial yang Baik

13 Maret 2021   08:58 Diperbarui: 13 Maret 2021   09:05 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikutip dari Wong, Choon, & Chen 2014 bahwa cyberbullying bisa dilakukan melalui text, email, chat (whatsapp, line, dan sebagainya), sosial media, website, game, dan lain-lain.

Apakah kamu pernah mengalaminya? Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018 menemukan 49% netizen Indonesia pernah menjadi sasaran cyberbullying.

Tipe cyberbullying:

1. Pelecehan

Mengirim pesan yang menyinggung dan berbahaya ke individu atau grup dan sering diulang beberapa kali.

2. Menyamar

Membuat identitas palsu untuk melecehkan seseorang tanpa nama.

3. Dilela

Membagikan konten seksual atau identitas seseorang tanpa persetujuan.

4. Peniruan

Meniru orang lain dan menyebabkan sebuah masalah dalam hidup orang tersebut.

5. Menyerang

Menggunakan bahasa kasar untuk menjatuhkan seseorang melalui email, pesan instan, dan obrolan lain.

Faktor seseorang melakukan cyberbullying adalah tingkat empati yang rendah, adanya inconsistent atau abusive parenting, model keluarga dimana dominasi merupakan hal penting agar orang lain menurut, seseorang yang terpapar dengan tingkat kekerasan yang tinggi di media akan lebih mudah untuk menerima sikap agresif.

Cyberbullying akan memberikan dampak menarik diri, depresi, cemas, dan merasa tidak aman; merasa sepi dan kurang bahagia; mempengaruhi performa di sekolah atau tempat kerja; adanya pemikiran untuk mengakhiri hidup.

Apa itu bystander effect?

Menurut Hortensius dan Gelder 2018, bystander effect dalah suatu fenomena dimana adanya penurunan intensitas perilaku menolong di dalam situasi yang membutuhkan pertolongan dikarenakan terdapat banyak individu lain yang ada di situasii tersebut.

Mari Membahas Pasal Karet UU ITE

Pasal 27 ayat 1

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.

Kasus Ibu Baiq Nuril

Baiq Nuril, tenaga honorer di SMA X Mataram yang diduga menyebarkan rekaman percakapan telepon dengan atasannya yakni Kepala Sekolah SMA X Mataram, H. Muslim. Muslim melakukan pelecehan seksual secara verbal di telepon. Muslim yang tidak terima rekamannya di sebar, akhirnya melaporkan Baiq Nuril sehingga dipenjara selama 6 bulan dan membayar denda 500 juta.

Contoh lainnya adalah kasus KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online).

Pasal 28 ayat 2

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Kasus Alnoldy Bahari

Alnoldy Bahari memposting di Facebook-nya sebagai bentuk apresiasi dirinya.

"Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT, bila belum melihat Allah maka anda adalah saksi palsu."

"Saya Islam dan saya benar-benar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya telah melihat Allah, kamu?"

Dia dihukum 5 tahun penjara sebagai kasus penodaan agama dan ujaran kebencian.

Jadi, Bagaimana Cara Bermedia Sosial yang Baik?

1. Hindari mengukur keberhargaan diri dengan like dan komentar

Kita perlu untuk menyadari bahwa tidak semua orang peduli dengan kita, pun menyukai kita. Bijaklah dalam memposting sesuatu. Tidak semua hal perlu diungkapkan.

2. Hindari mencantumkan identitas secara detil

Kita tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain. Namun, kita bisa mengendalikan perilaku kita sendiri. Hindari mencantumkan informasi yang sangat detil dan rawan di salahgunakan di media sosial seperti alamat rumah, nomor KTP, dan sebagainya.

3. Menghargai dan bersikap baik pada orang lain

Kita perlu untuk bersikap baik, terlepas untuk siapapun itu. Jika kamu tidak menyukai orang lain, boleh saja. Tetapi, tidak dengan menyakiti orang tersebut.

4. Hindari menjadi bystander

Jika melihat ada seseorang yang menjadi korban cyberbullying, tanyakan keadaan korban dan dengarkan dia. Report dan block pembully.

5. Menjauhi akun-akun yang membuat mood buruk, pun membuat kamu semakin membandingkan diri

Kamu dapat memfilter akun-akun yang dirasa bermanfaat, pun mute atau bahkan block akun-akun yang toxic, dan berdampak buruk di kehidupan kamu.

6. Selalu berpikir ulang sebelum memposting

7. Kita selalu bisa menggunakan media sosial untuk sesuatu yang positif

Mulai dari menyalurkan hobi dan/atau karya kita, memfollow akun-akun yang dirasa bermanfaat dan menambah pengetahuan serta skill, terhubung dengan orang-orang di sekitar dan menambah sircle pertemanan yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun