Sejarah bangsa ini mengungkap, sejak abad 14 Masehi Islam mulai mendominasi peradaban Nusantara. Saat itu, Majapahit di Jawa Timur mulai surut dan Kota Demak di Jawa Tengah mulai berkembang pesat. Saat itu, Wali Songo diyakini memegang tampuk kekuasaan yang sebenarnya. Tak ada suksesi kepemimpinan yang tanpa peran dan kendali para sunan. Bahkan, setiap raja yang bertahta sejak zaman Raden Patah di Demak Bintoro sampai Mataram Islam-Panembahan Senopati, semua sudah direncanakan oleh para wali. Semua demi menyelamatkan bangsa Nusantara dari ancaman globalisasi yang saat itu ditandai oleh kedatangan kolonial asing, Portugis dan Belanda.
Kini, setelah sekian abad berlalu agaknya Islam tetap menjadi kekuatan penting dari setiap gerak perubahan kepemimpinan Nusantara. Bukan hanya karena Islam itu mayoritas, namun lebih dari itu dalam sejarahnya Islam terbukti mampu meredam semua pengaruh buruk peradaban asing yang tak sesuai dengan nilai-nilai bangsa timur. Para wali dan di zaman sekarang ini para ulama dan kiai, juga terbukti masih menentukan arah perubahan suksesi kepemimpinan negara. Faktanya, dua mazab Islam terbesar di negeri ini senantiasa berada di kubu yang saling berlawanan dalam setiap pergantian presiden. Keduanya seakan senantiasa saling berupaya memunculkan aliran keagamaannya untuk menjadi mainstream kekuasaan. Di zaman para wali, hal itu juga terjadi di antara Wali Songo dan Siti Jenar.
Pilpres 2014 ini, terasa mengulang kembali sejarah para wali itu. Muhammadiyah yang mayoritas didukung oleh sayap Islam modernis, mengingatkan peran Sunan Kudus ketika terjadi perebutan tahta kekuasaan Demak Bintoro. Sementara itu, Nahdlatul Ulama yang mayoritas didukung oleh sayap Islam tradisionalis dan kaum abangan, mengingatkan peran Sunan Kalijaga ketika mencoba memfasilitasi perebutan tahta Demak Bintoro itu.
Ke depan, rupanya peran kekuatan agama akan semakin signifikan dalam rangka membangun sistem kekuasaan baru. Agama sebagai nilai spiritual, etik dan moral, akan bertemu dengan landasan ideologi nasional Pancasila yang pada akhirnya akan menemukan pondasi dan jalan serta rambu-rambu demokrasi bangsa. Dan, pada akhirnya semua itu diharapkan akan menjadi jalan keluar dari cengkraman dua ideologi besar yang selama ini membelah dunia menjadi dua kubu kekuatan yang saling berlawanan. Dua ideologi besar itu adalah ideologi komunis dan kapitalis. Karena itu, sejak tahun 1960 Bung Karno sudah menawarkan Pancasila sebagai ideologi dunia, untuk menggantikan dua ideologi yang sekularistik itu.
Sama halnya dengan di zaman para wali yang sudah mencium gelagat buruk globalisasi yang dibawa oleh Portugis dan Belanda, hedonisme dan sekularisme sekarang ini hanya bisa dilawan dengan agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME. Sebab, ajaran Tuhan merupakan ajaran yang mampu mensinergikan kebutuhan spiritual dan material bagi setiap manusia. Karena itu, Nusantara sebagai bangsa yang diembani amanah untuk memerdekakan manusia di dunia harus senantiasa menyiapkan diri dan menggunakan semua fasilitas yang telah diberikan oleh Tuhan berupa alam yang sangat kaya ini, untuk menyelamatkan dunia. (disarikan dari tabloid posmo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H