Terimakasih Bapak Presiden Joko Widodo sudah mendengar keresahan sebagian rakyat terkait dengan beberapa pasal dalam UU ITE, yang membuat sebagian dari kami merasa diperlakukan dan tidak mendapat rasa keadilan.
Ungkapan terimakasih layak diberikan karena seperti itulah pemimpin semestinya. Tidak harus di demo atau unjuk rasa terlebih dahulu baru mendengar keluhan dan kesulitan rakyatnya. Namun adakalanya rakyat juga kurang faham kerja presiden. Sebab tidak semua pekerjaan pemimpin negara demi kemajuan bangsa dan negara, serta untuk mensejahterakan rakyat. Dapat disampaikan secara terbuka dan apa adanya.
Tidak sedikit pimpinan yang kurang berani terbuka dan jujur dalam membela dan memperhatikan yang dipimpinnya. Tidak sedikit pemimpin hanya mementingkan diri sendiri serta kelompoknya. Tidak perlu disebut siapa dan dimana. Contoh masih banyak di kehidupan sehari-hari.
Menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE atau Undang-undang No 11 Tahun 2008, bisa menjadi hulu dari persoalan hukum. Oleh karena itu dirinya bisa meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU ITE.
Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak. (Kompas.com, 16/2)
Orang tetap akan kesakitan manakala kakinya terlindas ban mobil walau tanpa ada beban atau mobil di atasnya. Orang dapat terluka serius bahkan hilang nyawanya jika terbentur ban mobil yang lepas saat mobil melaju. Meski ban mobil terbuat dari karet bukan berarti tidak dapat merusak barang lainnya. Demikian pula dengan peluru karet.
Siapa yang memiliki pengalaman pernah kena tembakan peluru karet saat berdemonstrasi ? Akan jadi cerita atau kisah menarik jika dituliskan di blog kroyokan bernama Kompasiana. Atau mungkin sudah pernah ada yang menulis tetapi saya belum membacanya.
Disisi lain beberapa pasal dalam UU ITE membuat sebagian orang mudah baper alias tersinggung dan terbawa keperasaan. Cenderung emosional, tidak mengedepankan akal sehat dan cara berpikir yang logis, runtut sesuai konteks. Namun mengedepankan emosi sesaat.
Contoh sudah banyak terjadi. Jika diulang hanya akan memenuhi sampah literasi.