Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Serrr..." di Malioboro

20 November 2020   06:48 Diperbarui: 20 November 2020   07:10 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dangdutan di Malioboro (foto:ko in)

Menyusuri kawasan Malioboro sore itu, selalu menjumpai hal-hal menarik. Salah satunya mendengar lagu-lagu dangdut dari salah satu penyandang difabel yang biasa mangkal di depan salah satu hotel di Yogyakarta.

Suaranya memang tidak semerdu suara penyanyi profesional tetapi dapat dipastikan lebih merdu daripada suara saya, yang hanya terdengar merdu saat di kamar mandi

Beberapa waktu lalu jalan Malioboro ditutup, sebagai langkah uji coba penerapan kawasan Malioboro bebas dari kendaraan bermotor. Hanya sesekali bus Transjogja lewat, sehingga suara nyanyian laki-laki ini, menjadi lebih jelas terdengar. Manakala menikmati Malioboro sore hari dengan berjalan kaki dan tidak terganggu suara mesin kendaraan.

Apalagi ditambah dengan pengeras suara atau salon yang tingginya sekitar 75 - 80 cm, lengkap dengan roda dibawanya dari rumah. Untuk berkaraoke di Malioboro. Menjadikan suaranya semakin jelas terdengar tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga.

Bersiap in action (foto: Ko In)
Bersiap in action (foto: Ko In)
Beberapa difabel yang difasilitasi untuk ngamen di Malioboro. Ada yang sendiri atau berpasangan, tetapi sayang  pengeras suaranya tidak mengeluarkan suara merdu sebab buatan home industri alias hasil rakitan. Sehingga hasil out put-nya tidak sebaik milik Ardi.

Namanya Ardi, berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sudah 15 tahun tinggal di Yogya. Ketika saya tanya namanya lengkap, dia menjawab "Ardi saja." Ditambah senyum dan wajah tetap lurus ke depan walau saya beberapa kali pindah posisi berdiri. Ardi adalah difabel yang sejak umur 2 tahun matanya tidak dapat berfungsi sebagaimana orang umumnya.

Menurut cerita orang tuanya, saat masih di Lombok. Ardi terkena campak yang mengakibatkan kebutaan. Ardi sendiri tidak dapat mengingat secara pasti sakit yang diderita waktu itu. Tapi yang jelas, 15 tahun lalu Ardi menginjakkan kaki di Yogya untuk mengadu nasib. Dengan kemampuan olah suara yang dimiliki, setiap hari ngamen dari toko ke toko di Malioboro.

Ardi di komunitas Malioboro (foto: Ko In)
Ardi di komunitas Malioboro (foto: Ko In)
Malioboro bagai etalase Yogyakarta. Ada magnet tersendiri yang membuat orang ingin selalu datang ke kawasan ini. Dengan mata dan telinga serta berbagai pengalaman langsung bersentuhan dan berinteraksi dengan siapa saja yang berada di Malioboro. Apalagi saat ini jika mulai sore hari, Malioboro seperti mandi cahaya. Membuat orang semakin kerasan dan ingin mengunjungi kembali Malioboro.

Tetapi bagi Ardi, warna-warni indahnya lampu yang menghiasi Malioboro tidak lebih sekedar warna hitam dan putih. Tidak ada yang lain. "Matahari atau lampu cuma nampak putih sementara orang seperti bayangan hitam," jelas Ardi yang beristrikan penyandang difabel juga. Tetapi istrinya, masih sedikit dapat melihat orang walau samar-samar. Mereka dikarunia tiga anak dalam keadaan sehat tidak difabel sebagaimana Ardi dan istrinya.

Malioboro Bagai Panggung Seni untuk Ardi

Ardi, tinggal bersama keluarganya tidak jauh dari Plengkung Gading Yogyakarta. Tepatnya di Ngadinegaran. Seputaran Alun-alun Kidul Yogyakarta. Untuk ke Malioboro , setiap hari ada yang mengantar dan menjemputnya jika pulang. Sekitar pukul 16:00 Ardi biasanya sudah berada di depan hotel Mutiara lama. Untuk menembangkan lagu-lagu dangdut. Sampai sekitar pukul 21:30. 

Ardi (foto: Ko In)
Ardi (foto: Ko In)
Saat saya duduk di dekatnya sambil mendengarkan nyanyiannya, tidak jarang padagang kaki lima, pengemudi becak, bentor dan delman. Ataupun pengunjung bkawasan Malioboro, terlihat menggerak-gerakan kaki atau tangan mengikuti lantunan lagu yang dibawakan Ardi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun