Pintar mengonsumsi obat itu artinya mengerti manfaat dan efeknya bila memakan atau meminum obat bagi tubuh. Dari membaca label terkait dengan kandungan, indikasi dan cara pakai lewat label atau menurut keterangan dokter yang memeriksa dengan meresepkan sejumlah obat.Â
Namun sayangnya masih saja, ada dokter yang belum menghormati hak pasien. Semestinya dokter mendorong pasien mengetahui hak-haknya dengan memberi informasi terkait hasil diagnosa penyakit ke pasien. Termasuk jenis tindakan yang dilakukan dokter kepada pasien. Meliputi juga pemberian obat lewat resep yang ditulisnya.
Salah satu hak pasien sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam pasal 32 menyebutkan, pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Namun kenyataannya masih ada dokter yang tidak menghormati hak pasien, yang berusaha mengerti dan menjadi pintar dalam konsumsi obat. Hal ini saya alami sendiri sekitar satu tahun lalu. Saat memeriksakan anak karena panas dan tenggorokan sakit, saya bertanya dengan sopan terkait obat yang diresepkan.
Tetapi jawabannya sungguh mengejutkan, tidak sebagaimana dokter pada umumnya yang sudah memahami dan menghargai hak pasien. Bersedia menjelaskan jenis obat yang ditulis dalam resepnya.
"Ya, pokoknya macem-macem," katanya dengan nada ketus dan tanpa melihat saya. Saat itu mungkin saya mengerutkan dahi, menunjukkan keheranan dengan sikap dokter tersebut.
Semakin sering seorang dokter meresepkan obat dari produsen obat tertentu maka aneka macam fasilitas siap diterima oleh oknum dokter. Dari akomodasi mengikuti seminar nasional internasional, perjalanan wisata sampai mendapat berbagai macam hadiah yang nilainya tidak murah.
Praktik ini sudah bukan jadi rahasia umum. Ada bisik-bisik antara dokter dan detailman. Apakah praktik tersebut masih terjadi ? Entahlah.
Tapi pengalaman mendapat pelayanan kurang menyenangkan dari oknum dokter, membuka pemahaman bahwa belum semua dokter merelakan pasiennya mendapatkan hak sebagaimana mestinya dan menjadikan pasien pintar dalam konsumsi obat.