Pagi itu udara masih begitu dingin di lereng Merapi. Walau waktu sudah menunjukkan angka delapan. Namun kesibukan warga dusun Glondong, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Terasa ramai.Â
Sebagian warga nampak sudah pulang dari ladang atau sawah. Hari itu, Jumat (4/8) aktivitas di kampung sedikit berbeda dari biasanya. Nampak anak-anak sibuk berdandan. Demikian halnya dengan ibu-ibu. Sementara di beberapa sudut jalan nampak ada sesaji.
Sebuah acara dimana sejumlah orang muda dari beberapa negara di benua Asia. Setiap tiga tahun sekali melakukan pertemuan. Dan tahun ini Jogja menjadi pusat kegiatan tersebut karena masuk dalam wilayah adminstrasi Keuskupan Agung Semarang.
Kegiatan mereka diantaranya berupa live in, refleksi keimanan, festival doa dan kegiatan rohani serta sosial lainnya. Secara keseluruhan peserta pertemuan tersebut mencapai hampir tiga ribu orang.Â
Sekitar 80 orang diantaranya mengunjungi dusun Glondong, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Jogjakarta. Untuk melihat acara Merti Kali Boyong. Â
Merti kali adalah sebuah cara merefleksikan diri warga setempat dalam melindungi dan menjaga lingkungan sungai. Sekaligus mengingatkan untuk menghentikan sifat rakus sebagian orang yang gemar mengeksploitasi sungai. Dengan cara melakukan aktivitas penambangan pasir yang merusak lingkungan. Melakukan penambangan dengan alat berat seperti begho atau beko.
Karena kerusakan alam sekitar sungai Boyong tidak hanya mengancam tempat tinggal warga Glondong. Tetapi juga mengancam sumber mata air bersih bagi warga dan desa yang letaknya lebih rendah dari desa Glondong. Termasuk ketersediaan air bersih untuk warga di kota Jogjakarta.Â
Banjir lahar dingin di sungai Boyong biasanya membawa material lumpur, pasir, batu-batu besar yang dapat terjadi sewaktu-waktu khususnya saat musim hujan. Apalagi jika terjadi hujan lebat di puncak gunung Merapi walau di sekitar desa Glondong, Sumedang dan Kardangan cuaca sangat cerah.