Mendengar kata nglatak terbayang sate klathak di sekitar Jln. Imogiri Jogja. Kira-kira sekitar 15 sampai 20 kilometer jauhnya dari pusat kota.
Jalan tersebut memang menjadi cikal bakal eksistensinya sete klathak yang saat ini sudah menjadi menu yang dicari oleh para pecinta kuliner.
Mas Tok, panggilan keseharian Muhamad Subroto pemilik  usaha sate klathak. Apa sebutan yang tepat untuk tempat usahanya? Warung sate klatak, kedai klatak atau apa ? Karena tempat usahanya sebenarnya merupakan teras rumah yang kemudian di modifikasi  hingga menjadi semacam kedai. Kalau disebut warung kok tidak pas.
Tapi bukan berarti kedai klathak Mas Tok ini tidak memperhatikan masalah kelayakan daging kambing untuk konsumsi. Untuk memperoleh daging kambing yang berkualitas, Mas Tok mempercayakan pada peternak kambing yang sudah menjadi langganannya. Untuk memenuhi permintaan daging dari kambing yang sehat dan jelas riwayatnya.
Sadar minat terhadap makanan dengan menu utama daging kambing menunjukkan peningkatan. Suami dari Dewi Nastiti memindahkan tempat usahanya dari  Ngampilan ke tempat yang lebih dekat dengan dua  kampus besar di Jogja. Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogja.
Klathak goes to campus......!!! Â Alasannya jelas.Â
Bukan untuk kuliah, bro!!!.
Tetapi mendekatkan diri dengan pangsa mahasiswa. Walau pengunjung untuk saat ini masih didominasi oleh para karyawan. Namun target market komunitas kampus pun dapat teraih karena tidak sedikit jumlah karyawan di kedua kampus tersebut yang sering nglathak di tempat ini. Khusunya saat jam istirahat makan siang.
Memasuki bulan puasa. Sate klathak mas Tok menawarkan paket ramadhan. Harganya.......? Tentu lebih hemat dari biasanya .