Ini, hari ibu. Tapi menelpon ibu, merupakan daftar terakhir yang kulakukan. Karena pendengarannya sudah agat menurun. Berbicara dengannya di hp, itu berarti "berteriak".
Entah kapan dan dimana, kesadaran bahwa ia ibu-ku muncul. Aku ingat rumah dengan dinding gaba-gaba milik kita itu. Ia bertulang besi. Mengapa tidak? Sejak jam 4 pagi, telah bekerja, hingga nanti, kami tidur juga tetap bekerja. Ia memastikan, kami cukup makan, kami berpakaian bersih, dan kami sehat.
Sekarang kami semua telah besar. Bahkan yang lain, telah berkeluarga (ane sendiri belum). Ini juga topik "wajib" yang dia lakukan, ketika berbicara denganku-selain topik "Papua Merdeka".
Ia memang tidak bergelar tinggi. Tidak suka baca koran. Tidak pernah juga membuka internet. Tetapi ia memberikan hal terbesar yang dimiliki-nya, yaitu, cinta-tulus kepada anak -anak-nya. Ia membuat isi dada kami terisi dengan cinta. Jika suatu saat, ane bertemu TUHAN, maka ane akan mengucapkan terima kasih, karena telah memberikan ibu kepada kami. Ane tak mau menganti ibu, dengan orang lain.
Maafkan aku, mama, yang tidak menelponmu di hari ini.
Sudut Gang, 22 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H