Mohon tunggu...
Pujangga Papua
Pujangga Papua Mohon Tunggu... -

Senang berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekali Lagi, Semua Karena Cinta

6 Desember 2011   12:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:45 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dia bercerita

“ Ia tak suka bulunya rusak. Jika di tembak, maka jatuhnya tidak seperti burung lain. Ia melipat semua sayapnya,namun anehnya, akan jatuh sepertilayang-layang. Bulunya, tak akan ternoda lumpur tanah.”

“Ketika dia minum. Maka tempat yang dipilihnya adalah langsung pada sumbernya. Ia hanya meminum air yang bersih. Yang langsung keluar dari dalam tanah. Karena itu, jika mendengar suaranya, di dalam hutan, dan kita ingin menemukannya. Pergilah ke bagian hulu sungai, pada mata airnya, maka engkau akan menemukannya ketika turun minum di tempat tersebut”

“Jika ia bergembira. Maka selain celoteh suaranya, engkau juga akan melihatnya menyombongkan bulunya. Yah, bulu itu akan dikembangkan semua. Semua bulu tubuhnya seakan berdiri. Terlebih ekornya, yang berwarna kekuningan.”

“Cara tidurnya pun unik. Ia hanya tidur di pohon buah merahdan atau yang sejenis tumbuhan sejenis tikar pandan. Memang buah merah adalah salah satu makannya. Kembali ke soal tidur tadi. Jika tidur, maka tidak seperti burung lain, yang menjepit dahan menggunakan kaki, karena seakan takut bulu-nya cacat sewaktu tidur, dia malah memasukan badannya ke dalam cela tubuhan pandan. Semua bulunya. Ia lipat dengan rapih. Kemudian ujung mocongnya, digunakannya untuk mengigit ujung daun tersebut. Matanya tertutup dan tertidurlah dia.”

“Karena pekerjaanku adalaggeo-seismik. Maka kami sering mengembara ke berbagai hutan di Papua. Aku banyak bertemu dengan burung ini.”

“Sebuah kesedihannku. Suatu saat, aku sampai ke trans Bomberai.”

( Sebuah lokasi yang di buka bersmaan di wilayah Kabupaten Fakfak. Pada 2 minggu lalu, baru saja didatangi oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia Dr. Ir Suswono, MMA, mau dijadikan sebagai salah satu lumbung Sapi tingkat Nasional. Guna mengatasi kekurangan pasokan daging yang selama ini diimpor dari Australia yakni sebanyak 100.000 ton – yang menurut majalah tempo, menjadi lahan basah bagi elit politik Partai Keadilan Sejahterah (PKS). Di tempat ini, kedatangannya di sambut Bapak Bupati Fakfak, dan kemudian terbang dengan helikopter ke lokasi Trans Kokas. Pak Menteri mengatakan, yang kemudian menjadi headline berita lokal, bahwa sebelum dia datang, di Jakarta ada rapat, di mana Bapak president SBY mengatakan bahwa Papua dan Papua Barat sekarang menjadi fokus pembangunan).

“ Aku melihatnya. Melihatnya ditembak. Yah, ia ditembak.Kemudian dibekukan. Setelah itu, di kirim keluar Papua, untuk dijadikan hiasan. Sebagai hadiah.”

“ Aku menangis. Hati-ku luka. Ia, yang aku kasihi. Yang tak pernah aku bunuh. Di bunuh. Berpuluh-puluh, bahkan mungkin beratus-ratus di daerah ini. Dilakukan oleh para trans yang menjadi penghuni baru di daerah ini. Ini mungkin adalah sebuah harga yang harus dibayar untuk membuka lahan ini menjadi lahan sawah dan juga menjadi lahan padang rumput bagi sapi.”

“1 Desember 2011. Aku telah ada di dalam ruang ini. Ku berdiri. Bersama sebuah bendera plastik kecil. Sebuah bendera yang berisi 3 warna. Merah putih biru, dengan sebuah bintang berwarna putih.”

“ Tidak sampai 5 menit, maka masuklah pasukan coklat itu. Mereka merampas, dengan kokangan senjata di belakangnya. Watercanon, Truk, dan beratus orang berbaju coklat ini. Kami mempertahankannya. Terutama sebuah spanduk besar berlukiskan sebuah bendera berbintang. Bahkan tanganku telah terkepal. Aku siap. Kami telah siap. Namun, pemimpin itu, pemimpin yang namanya pun aku tak tahu, mengatakan, “ jangan, biarkan saja mereka mengambilnya, sebab sekarang belum saatnya”. Kepalan itu, kembali aku lepaskan.”

Aku tetap mengamatinya. Mendengar ceritanya. Hitam kulit. Keriting rambut. Bahkan rambut itu digimbal, sebanyak 10 kepalan kecil. Umur 25 tahun. Umur yang muda. Darah muda.

Yah, sekali lagi, ternyata masalah Papua bukanlah soal pembangunan, namun tentang “rasa”, cerita tentang cinta.

Cinta terhadap Cenderawasih, Kasuari, Sungai- sungai, Gunung-gunung, Lembah-lembah, Laut, dan Pulau. Yang membentang dari Raja Ampat hingga Merauke. Dari Pulau Moss sampai Adii. Cinta akan Cenderawasih yang di bunuh. Cinta akan alam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun