Pasca pengungkapan ekploitasi anak yang menjadi "jualan" para gelandangan dan pengemis "kreatif" oleh Kepolisian Resort Jakarta Selatan, langkah Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang ingin menghapus aturan 3in1, sudah sangat tepat dan wajib di dukung. Mengapa tidak? Karena didalamnya melibatkan anak-anak dan bukan tidak mungkin, punya keterkaitan dengan kasus eksploitasi anak yang baru diungkap.
Alasan utama Gubernur DKI Jakarta, Ahok, mengkaji ulang aturan 3in1 ini, karena tidak ada dampak signifikan dalam mengurai kemacetan, malah menciptakan masalah baru. Kehadiran Joki 3in1 boleh dikatakan menggembosi kebijakan ini.
Menjelang jam berlakunya aturan 3in1, yaitu jam 07.00-10.00 & 16.30-19.00 WIB, dijalan-jalan penyangga terjadi penumpukan kendaraan dan proses transaksi antara pengendara dan joki 3in1 berlangsung, melibatkan anak-anak, agar bisa melewati jalan sesuai aturan. Kesimpulannya, aturan 3in1 bukan menyelesaikan masalah, tetapi menciptakan masalah baru.
Uji coba rencananya diterapkan 5 April 2016 selama sepekan. Menurut saya, tidak ada perubahan atau bahwasanya macet akan menjadi lebih parah; alasannya karena selama ini aturan 3in1 telah digembosi oleh kehadiran para joki; kecuali ada pengerahan kendaraan beroda empat oleh tokoh-tokoh tertentu yang punya agenda politik. Ingat, pilkada Jakarta 2017, situasi politik sudah mulai panas.
Kapan Jakarta bebas macet? Mengurai  macet Jakarta butuh waktu dan kesiapan pemda DKI, yaitu menyiapkan moda angkutan massal yang terkoneksi seluruh wilayah, aman, nyaman dan tepat waktu. Kalau moda transportasi massal siap, secara bertahap akan terjadi pengurangan pemakaian kendaraan pribadi. Namun, sedikit saran buat pemda DKI agar kepemilikan kendaraan bermotor dibatasi. Kepemilikan kendaraan bermotor tidak boleh lebih dari satu. Pemilik kendaraan wajib memiliki rumah dan tempat parkir, bukan menjadikan jalan sebagai garasi. Kendaraan bermotor juga harus dibatasi masa operasionalnya.
Mengurai Jakarta juga butuh sikap tegas. Pemda DKI, Maaf, harus mengatur ulang peran Ormas (Organisasi Masyarakat) dan Pokmas (kelompok Masyarakat) yang menjadi kordinator parkir liar atau yang membackup para PKL di pinggir jalan maupun fasilitas umum lainnya. Jalan sempit, trotoar berganti fungsi. Kehadiran Ormas dan Pokmas, seharusnya mendukung kebijakan pemerintah, tetapi kenyataannya seperti menggembosi kebijakan pemerintah dan meninggalkan bom waktu bagi masyarakat kecil dan pemerintah dikemudian hari.
Masalah Jakarta, macet dan banjir atau apapun masalahnya, akan bisa diselesaikan. Rumusnya pemerintah tegas dan warga sadar atau tunduk pada aturan dan hukum berlaku.
Mengapa tidak? Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H