Mohon tunggu...
Kwee Minglie
Kwee Minglie Mohon Tunggu... lainnya -

Motto : Hiduplah bermanfaaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Ranking Ujian Nasional Kodya Surabaya Jatuh ?

5 Juli 2015   12:06 Diperbarui: 5 Juli 2015   12:06 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGAPA RANKING UJIAN NASIONAL KODYA SURABAYA JATUH

Ujian nasional tahun 2015 khususnya SD dan SMP jatuh keurutan 30 katas se Jatim, merupakan satu pukulan berat bagi diknas kota Surabaya. Kegagalan itu juga sampai seluruh kepala sekolah dipanggil untuk membahas kegagalan Unas. Tentu ada beberapa hal yang menjadi sorotan masyarakat maupun diknas pendidikan, diantaranya adalah :

  1. Kemungkinan Unas bukan penentu kelulusan, karena sudah menjadi pemetaan kualitas pendidikan di Indonesai secara menyeluruh.
  2. Unas tidak lagi menjadi momok bagi siswa untuk belajar lebih serius, sehingga bimbingan belajar tidak lagi menjadi penting.

Kedua hal diatas tentunya merupakan alasan klasik yang hanya mencari kambing hitam unas berjalan atas kegagalan sekolah di kodya Surabaya. Jika alasan itu benar, bagaimana dengan hasil unas dipropinsi lain yang nilainya diatas Surabaya ? Sesungguhnya ada yang lebih perlu diperhatikan dan tidak kalah penting peran seorang kepala sekolah yang bertanggungjawab kepada pendidikan diwilayah masing-masing sekolah. Betapa pentingna kehadiran dan perhatian penuh seorang kepala sekolah atas proses belajar disekolah, mutu atau kompetensi dari pendidik dan kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran sehari-harinya.

Penulis pernah menulis surat terbuka kepada pak Anies tentang seringnya kehadiran seorang kepala sekolah atas undangan diknas kota maupun tingkat kecamatan dengan berbagai acara, bahkan undangan itu bisa sampai 2-3 kali seminggu untuk menghadap diknas pendidikan kodya maupun tingkat kecamatan. Kemungkinan belum terbaca oleh pak Anies atau tidak perlu ditanggapi karena tidak perting.

Kita bisa bayangkan untuk kota Surabaya, jika seorang kepala sekolah harus bolak-balik berurusan dengan diknas, dengan kondisi Surabaya yang kepadatan lalu lintas terus meningkat, kemacetan sudah menjalar hampir semua pemukiman padat dan kota, berapa waktu harus terbuang jika pagi hari ia berangkat dan kembali kesekolah sudah mendekati jam akhir pelajaran. Pernah saya mau berurusan dengan kepala sekolah, harus kecewa karena menunggu kehadirannya karena urusan ke diknas pendidikan. Kekecewaan itu bukan sekali dua dan terjadi berulang-ulang.

Jika itu berlangsung hampir seminggu dua sampai tiga kali, kita bisa membayangkan bagaimana seorang yang bertanggungjawab atas proses belajar disekolahnya bisa maksimal ? bagaimana mungkin ada waktu memperhatikan siswa dan mengadakan evaluasi dengan guru-gurunya tentang kemajuan dan permasalahan yang terjadi di sekolah ? apalagi bertemu orang tua yang akan mempertanyakan permasalahan anaknya.

Sungguh ironis dengan perkembangan IT yang begitu maju, namun dunia pendidikan tidak memanfaatkannya untuk menyampaikan informasi kepada pimpinan sekolah, sebaliknya hanya memanfaatkan komunikasi tatap muka yang sangat membuang waktu dan kurang bermanfaat itu. Apakah perangkat yang canggih itu akan mengurangi kualitas penyampaian informasi ? Atau apakah ada maksud terselubung sehingga wewajibkan tatap muka selalu. Konon ada berita yang mengatakan jika ketidak hadiran kepala sekolah dalam acara diknas pendidikan kodya maupun kecamatan, akan diumumkan siapa saja yang tidak hadir, sehingga akan memojokan yang bersangkutan dimuka semua pemimpin sekolah, yang akhirnya memperoleh gelar tidak partisipasi dalam undangan kehadiran.

Kembali kepada kemerosotan pendidikan di Kodya Surabaya menyangkut peringkat unas tahun 2015-2016, seharusnya sudah menjadi perhatian semua pihak. Peran seorang kepala sekolah baik di sekolah negeri maupun disekolah swasta, seharusnya dimaksimalkan dan tidak lagi diknas pendidikan kodya maupun kecamatan menyita waktu keberadaan mereka disekolah, sehingga menjadikan suatu hambatan tugas kepala sekolah untuk melakukan monitoring dan evaluasi disekolah yang dipimpinnya.

Terobosan baru perlu menjadi evaluasi kinerja petugas diknas pendidikan maupun kecamatan di kota Surabaya, untuk mengubah cara lama yang selalu minta kehadiran kepala sekolah diganti dengan informasi yang melalui akses di internet, kecuali hal-hal yang mewajibkan kehadiran yang tidak mungkin dilakukan via internet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun