Resensi Buku “Politik untuk Kemanusiaan”
Judul : Politik untuk Kemanusiaan
Penulis : Tamsil Linrung
Penerbit : PT. Tali Writing & Publishing House
Cetakan : II, Januari 2014
Tebal : 319 halaman
Politik adalah ‘Cinta,’ iya cinta, karena cinta mengambil segalanya, karena cinta melupakan segalanya, karena cinta mampu berbuat sesuatu yang ‘tidak ada’ menjadi ‘ada.’ yang korelasinya dengan politik, terkadang politik membuat lupa seseorang siapa jati diri sebenarnya, sudah punya jabatan dan harta yang berlimpah. Namun masih saja ‘serakah’ dengan mengambil hak-hak rakyat hingga lupa akan sebuah amanah yang di embannya.
Tak hanya ‘Cinta’ yang dapat mempengaruhi kinerja politik, namun ucapan, dan moral dapat mempengaruhi kinerja politik setiap manusia yangmenjalani unsur siyasah tersebut. Terkait dengan moral, di negeri ini pun sudah sangat dalam kondisi ‘stadium 4’ atau bahkan ‘kritis.’ Iya kritis, bayangkan saja mulai dari anak SD sudah mendapatkan pelecehan seksual, itu pun di tempat yang berpendidikan, di sekolah. Sekolah seharusnya menjadi ajang tempat mencari ilmu, mengenal jati diri, serta menggali potensi. namun sekarang semuanya berubah, berubah menjadi tempat yang mengkhawatirkan bagi sebagian orang tua. Yang fenomena itu semua bermuara pada satu unsur sifat kehidupan yakni, sifat moral.
Demikian halnya moral sangat penting bagi lini di setiap kehidupan manusia di muka bumi. Terkait dengan moral, Tamsil Linrung dalam bukunya “Poltik untuk Kemanusiaan” di bagian I dengan point Penguatan Dimensi Moral, menyatakan politik dalam islam memiliki dimensi moral yang sangat kuat. Di dalam buku tersebut, Politikus yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI mengutip perkataan Ibnu Taimiyah dan Al-Mawardi, bahwa tindakan politik mesti mendapat legitimasi dari nash atau hukum-hukum agama islam. Oleh karena itulah ada kaidah-kaidah syar’i yang mesti dipenuhi dalam aktivis politik. Ini yang menyebabkan kekuatan moral menjadi pilar utama bagi penyelenggara negara untuk menunjukkan keadilan sehingga rakyat memiliki parameter yang jelas dalam mendukung atau menjadi oposan penguasa.
Lanjut ke bagian II dengan poin Ruang Terbuka Hijau, penulis menjelaskan kembali tentang pentingnya ruang bebas simbol interaaksi antara manusia dan alam, yang disebut dalam kota manusia. Kota Manusia adalah ruang ekspresi bagi semua warga. Siapa pun harus terjamin kehidupannya. Dan setiap warga betul-betul mendapatkan panggung artikulasi kemanusiannya. Tidak ada kelas, dan kasta. Semuanya berinteraksi, baik secara vertikal maupun horizontal. Di kota manuisa, sesama warga hidup rukun, damai berdampingan dan saling support, serta bersinergi untuk tunbuh dan berkembang. Dari sinilah pembaca akan tahu betapa sangat berartinya ruang bebas yang sejenis seperti ruang terbuka hijau, yang mampu memberikan kenyamanan dalam bersantai sambil ditemani alam terbuka.
Penulis tak hanya membahas tentang moral berpolitik dan peran ruang terbuka hijau saja, namun membedah cara pandang kita tentang hakikat sebuah fungsi desa. Di sebutkan di bagian III dengan point Ketahanan Pangan sebagai Jalan Kemanusiaan, bahwa desa mampu di jadikan sebagai inkubasi pertanian, yang mampu di harapkan menarik kaum muda yang banyak melakukan perantauan intelektual agar kembali membangun desa dengan ilmu yang mereka miliki. Dan bisa menjadi pilot project pembangunan desa-desa di indonesia selain pembangunan perkotaan yang metropolis dan humanis. Yang artinya saya dapat menarik benang merahnya, bahwasannya antara pembangunan di kota dan di desa harus seimbang.
Di bagianIV di poin Transformasi Ekonomi Politik Kemanusiaan, penulis memberikan ide segar tentang pentingnya kesinambungan antara ekonomi dan dukungan politik, serta berlandaskan rasa kemanusiaan. Lalu dijelaskan kembali harapannya dengan ketiga elemen tadi yakni: ekonomi, politik dan kemanusiaan, menjadi pilot project dalam mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mereduksi berbagai problem sosial kemasyarakatan. Dan kita semua mampu mewujudkan harapan tersebut dengan tentunya tidak hanya diam menjadi penonton, tapi kita sebagai pemain yang ikut ambil andil dalam perubahan ide segar ini.
Dari keempat poin diatas, ada satu poin yang menarik buat saya, yaitu tentang Penguatan Dimensi Moral. Moral disini tidak hanya sekedar teori-teori belaka yang lebih banyak dibahas di bangku sekolah dan kuliah, namun sudah harus menjadi praktek yang secara nyata di kehidupan masyarakat. Karena tidak sedikit dari remaja Indonesia yang moralnya ‘berkiblat’ ke dunia barat. Yang kita ketahui sebagian besar, perilaku dunia barat lebih banyak kearah negatif, seperti free sex, pernikahan sesama jenis, dan segala macam budaya lainnya. Oleh karenanya, Penguatan Dimensi Moral tidak bisa menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun peran dari masyarakat, khususnya keluarga sangat penting sekali. Karena dari keluargalah seseorang bisa membentuk karakternya serta mengenali dirinya secara utuh, hingga ia mampu menemukan jalan hidupnya sesuai arahan dari orang tuanya.
Kelebihan dari buku ini yaitu pembaca di bawa kedalam kondisi politik yang nyata yang ada di indonesia. Serta kondisinya sudah sangat memprihatinkan bahkan darurat. Tak hanya itu saja, penulis juga menyuguhkan beberapa sejarah menarik dari wawasan islam dan umum yang komprehensif. Serta beberapa Data menarik tentang data dana subsidi di zaman dinasti Bani Umayyah. Tak hanya sampai disitu, penulis juga menampilkan beberapa gambar dan foto-foto menarik di tiap bagian tema pembahasan, yang membuat pembaca merasa ‘terbuka’ pikirannya untuk berpikir jauh lebih dalam antara apa yang dilihat di gambar dan apa yang di baca.
Lalu kekurangan pada buku ini, bagi para pembaca yang baru saja mengenal dunia politik, sedikit sulit mengerti dari kata-kata yang mengandung ‘istilah,’ salah satunya kata “Fatsun.” Dan ada 2 poin pembahasan di bagian I dengan penulisan halaman yang kurang benar. Jadi antara penulisan halaman di daftar isi dan halaman yang sesuai tidak sama.
Kesimpulan yang bisa didapatkan dari buku ini yakni, yang namanya politik tidak selamanya ‘kotor,’ ada kalanya politik itu menjadi sebuah anugrah, tergantung dari siapa yang mengembannya. Jika yang mengembannya orang-orang yang ingat akan esensi arti dari sebuah amanah, arti dari sebuah pemimpin, ia tak akan berbuat sesuai nafsunya. Tapi ia berbuat sesuai hati nuraninya, yang mengedepankan kepentingan bangasanya. Jika semua element masyarakat mampu melaksankan hal tersebut, di harapkan bangsa indonesia akan mampu mempunyai citra yang baik dan integritas yang tinggi.
Manfaat dari buku ini salah satunya adalah mampu menjawab tantangan kondisi politik sekarang. Dimana kondisi politik sekarang sudah seperti tidak mengenal mana “kawan” dan mana “lawan,” yang halal menjadi haram, yang haram menjadi halal. Itu semua di akibatkan kurang mengertinya dari arti ‘Politik’ yang sesungguhnya. Yang tentunya bukan sekedar politik praktis yang hanya mengedepankan nafsu materi dan jabatan, melainkan politik yang siap melayani dan bekerja untuk rakyat. Lalu manfaat selanjutnya adalah memberikan pandangan luas akan hakikat politk itu sendiri dan substansi dari sebuah pemimpim yang bermoral bagi para pembacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H