Tiba di rumah, istriku sedang mengasuh Sinar, di taman rumah. Meskipun kangen ingin mengais dan mencium Sinar, saya urungkan dulu, sebelum cuci tangan dan cuci muka. "Maaf yah nitip sinar dulu, bunda ambil air minum dulu," pinta istriku, sambil menuju dapur.
Tak berapa lama bercengkrama dengan Sinar dan istri, suara adzan maghrib sudah berkumandang. Usai shalat maghrib, kami makan berdua, dan saya menceritakan uang pemberian dari Pak Tabroni itu. "Yah kalau kita selalu punya niat baik tentu yang kuasa memberikan dari hal yang tidak disangka-sangka. Buktinya, tadi pagi ayah mengeluh tidak punya uang, dan tiba di kantor ada yang memberinya.." Terang istriku. "Sepakat boss" jawabku.
Saya pun meminta pendapat soal hp yang akan dibeli itu. Hp murah yang penting bisa sms dan telpon saja. istri saya tak langsung menimpali, tapi ia mengambil koran yang ada iklan hp. "Coba lihat di sini yah, ada gak hp yang harganya murah." Kata istriku sambil memberikan koran lokal.
Benar saja, ada hp china dual sim yang harganya 225 ribu, fiturnya lumayan lengkap, terdapat bluetooth, kamera vga, radio, facebook, dan twitter.
"Ayah izin nanti habis isya mau ke toko hp di depan ya." Kataku.
Usai salat isya saya berangkat sendiri mengendarai sepeda motor menuju toko hp dekat stasiun kreta api. Setelah melihat-lihat dan membandingkan beberapa merek hp china, saya putuskan membeli hp cina dual sim yang qwerty.
Mulai malam itu, kartu gsm sudah bisa lagi on, masuk ke sarangnya. Ada banyak sms yang masuk, salah satunya dari Pak Tabroni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H