Mohon tunggu...
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Mukhlisin Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk berbagi tips, pengalaman dan cerita kehidupan

Pengajar, Trainer, Penulis Modul, Fasilitator Pengembangan Pendidikan Toleransi dan Keragaman. Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru. Tulisan yang ada disini adalah pendapat pribadi. Mengutip harus seizin penulis. Email: m.mukhlisin@cahayaguru.or.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hapuskan Kekerasan di Bima

28 Februari 2012   04:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:49 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konferensi Pers di Komas Perempuan. Sumber: Dok. ICRP Aksi warga Bima Nusa Tenggara Barat 24 Desember 2011 di pelabuhan Sape berujung pada bentrok dan penembakan aparat. Sedikitnya 2 orang meninggal di lokasi, 1 meninggal dirumah serta 47 orang terkena luka tembak 29 diantaranya adalah perempuan. Tetapi, sangat disayangkan kasus pelanggaran HAM ini tidak ditanggapi serius oleh pihak terkait. Demikian konklusi konferensi pers yang dilaksanakan Komnas Perempuan, Kontras, dan Forum Komunikasi Kasabua Ade (FOKKA) Jumat (24/02/2012) kemarin. Koordinator Kontras, Haris Azhar menyayangkan atas tindakan aparat yang menurutnya telah melakukan pelanggaran HAM. Selain itu juga respon hukum terhadap kejadian tersebut terbilang lambat dan diskriminatif. “Jika aksi kekerasan dilakukan oleh warga, penanganannya cepat, tetapi jika aparat yang melakukan kekerasan, sebaliknya” ungkap Haris Azhar. Hal tersebut menurutnya akan berimbas pada ketidakpercayaan masyarakat. Haris Azhar menambahkan seharusnya lembaga-lembaga terkait semisal Komnas HAM menjadi instrumen terdepan mengusut kasus ini. Tetapi, faktnya tidak demikian. “saya khawatir ini menjadi banalisasi terhadap magnitude kekerasan” ungkapnya. Sementara M Subhan ketua Forum Komunikasi Kasabua Ade (FOKKA) mengungkapkan masyarakat di Bima melakukan aksi tersebut karena menolak keberadaan tambang di daerah mereka. “Ada 11 mata air yang akan terancam jika dibangun tambang di daerah mereka” ungkap Subhan.  Lanjut Subhan, pihaknya juga sudah melaporkan dan meminta bantuan kepada pemerintah dan pihak terkait menyoal perkara ini. Tetapi hanya Komnas Perempuan dan Kontras yang mau membantu mereka. Kekerasan yang menimpa masyarakat di Bima juga dirasakan oleh kaum perempuan dan anak-anak. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi Komnas Perempuan. Seperti diungkapkan komisioner Komnas Perempuan Arimbi Heroeputri, kaum perempuan menjadi bagian yang paling rentan terhadap aksi-aksi kekerasan. Perempuan bisa menjadi korban kekerasan secara langsung ataupun tidak langsung. “29 korban kekerasan di Bima adalah perempuan” tegasnya. Terlebih jika beban keluarga harus ditanggung ketika suami mereka menjadi korban atau harus mendekam di penjara. Oleh sebab itu perlu adanya pemulihan bagi korban kekerasan di Bima secara komprehensif. Karena kekerasan yang dialami tidak hanya dalam bentuk fisik saja melainkan juga psikis. Pemulihan tersebut, kata Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu, menjadi penting dengan melakukan lima prinsip pendekatan. Pendekatan tersebut meliputi: berorientasi pada perempuan korban, berbasis hak, multidimensi, berbasis komunitas, dan berkesinambungan. [Mukhlisin] sumber: http://icrp-online.org/022012/post-1625.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun