Mohon tunggu...
Klinik Diet
Klinik Diet Mohon Tunggu... lainnya -

Fake it til U make it

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Mengapa Makan Banyak itu Terasa Menyenangkan?

28 April 2011   02:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:18 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Perut yang terisi penuh dengan makanan yang lezat itu rasanya mirip seperti sebuah pelukan hangat yang berasal dari dalam, betul? Evolusi telah memberi kita insting untuk makan sebanyak-banyaknya setiap kali memungkinkan, demi mempersiapkan diri untuk menghadapi masa-masa sulit. Insting ini di dorong oleh keinginan kita untuk bisa bertahan, sama seperti tupai yang menggembungkan pipinya untuk menghadapi musim dingin. Hal ini juga didorong oleh kecenderungan kita untuk berkompetisi, yaitu mengalahkan orang lain demi makanan. Menurut para ahli, otak akan menghadiahi kita atas usaha tersebut, yaitu dengan cara melepaskan reaksi kimiawi yang menyenangkan, dalam cara yang sama seperti yang terjadi saat kita mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alcohol. Setelah diteliti, para ahli menyimpulkan bahwa perasaan menyenangkan yang di dapat setelah makan itu disebut ingestion analgesia, atau secara harfiah diartikan sebagai penghilang rasa sakit dari makanan. "Ada reward circuit untuk membuat anda senang makan," kata Roger Cone, seorang profesor dan ketua dari molecular physiology and biophysics di Vanderbilt University. "Sebab, jika kita tidak makan, kita tidak akan bisa bertahan." Perasaan yang menyenangkan itu bertujuan untuk memastikan kelangsungan spesies kita. "Bagi sebagian besar hewan dan sepanjang sejarah manusia, kita tidak pernah mengalami kelebihan kalori," kata Cone. "Hewan dan manusia harus bekerja keras untuk bisa bertahan. Tapi sekarang, bagi sebagian besar orang, dengan kalori yang tak terbatas dimanapun dan pengurangan aktivitas fisik secara drastis, kita mengalami obesitas." Meski lingkungan modern telah memborbardir kita dengan iklan dan fast food yang menggiurkan, namun jaringan otak manusia itu belum berubah. Reward circuit di dalam otak masih terus melepaskan reaksi kimia yang nyaman dan memuaskan. Punya akses yang begitu mudah pada lemak, garam, dan gula, adalah perkembangan terbaru dalam sejarah umat manusia, kata Gary Wenk, penulis dari "Your Brain on Food." "Tubuh memberikan kita banyak hadiah untuk mengunyah makanan-makanan ini. Saat kita menemukannya, kita mengkonsumsinya sebanyak mungkin sebab kita menganggap bahwa kita tidak tahu kapan kita bisa melihatnya lagi. Meski secara teori, kita tahu bahwa hal itu tidak benar." Tubuh akan menghadiahi makanan-makanan yang banyak mengandung lemak, garam, dan gula dengan melepaskan endogenous opioids, yang membantu mengontrol rasa sakit. Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Nature Neuroscience menyimpulkan bahwa makanan yang banyak mengandung lemak dan kalori akan mempengaruhi otak dengan cara yang sama seperti kokain dan heroin. Penelitian ini menemukan bahwa, saat tikus mengkonsumsi makanan-makanan ini dalam jumlah yang besar, hal itu mengarah pada kecenderungan untuk makan berlebih, sama seperti kecanduan obat. Meski dengan makan sebanyak mungkin pernah membantu umat manusia untuk bertahan dalam menghadapi masa-masa sulit, namun untuk saat ini, hal itu sudah tidak lagi menguntungkan. Menjadi kenyang itu lebih menyenangkan dari pada menahan sakit akibat lapar. Makanan menggantikan kekosongan tersebut dengan zona ngantuk, rileks, yang kita kenal sebagai food coma. Hal ini akan menyebar ke seluruh tubuh saat hormon-hormon dilepaskan dan darah dialihkan ke sistem pencernaan, kata Barbara Rolls, penulis dari "Volumetrics Eating Plan," sebuah program diet yang didasari oleh perasaan kenyang, yang secara ilimiah disebut sebagai kepuasan yang berlebih. "Kita mulai merasa tidak nyaman dan kesal, kemudian anda makan dan merasa senang," kata Barbara. Tubuh punya petunjuk natural untuk memberitahu kita kapan waktunya berhenti makan. Masalahnya adalah, apakah kita mau mendengarkannya atau tidak. Saat makanan memasuki perut, dia harus dicerna agar bisa disalurkan ke dalam usus kecil. Begitu makanan ini masuk ke bagian ini, usus akan melepaskan hormon yang memberitahu otak untuk berhenti makan, kata Wenk, seorang profesor psychology dan neuroscience di Ohio State University. Saat jumlah makanan yang dikonsumsi meningkat, perut akan menjadi penuh, level glocose dalam darah berubah, dan hormon ghrelin, yang memicu selera makan, menurun. Rasa puas ini seharusnya menjadi tanda untuk mengakhiri waktu makan. Meski dengan semua petunjuk ini, kita seringkali mengabaikannya. "Meski saat anda merasa sangat kenyang dan tidak bisa makan lagi, saat sesuatu terasa lezat, anda akan terus makan," kata Wenk. Rolls, seorang profesor dari national science di Pennsylvania State University, memberikan sarannya: "Saya menganjurkan orang-orang untuk tidak makan seolah makanan tersebut adalah makanan terakhir mereka." Berikut ini bebera tipsnya:

  • Makan saat anda merasa sedikit lapar, tapi jangan tunggu sampai anda benar-benar sangat kelaparan, karena mungkin akan menyebabkan anda makan berlebih.
  • Berhenti makan saat anda merasa puas dan kenyang.
  • Cobalah latihan berikut ini: Buat skala antara 1 sampai 10 untuk mengukur rasa lapar anda (1 untuk sangat lapar, dan 10 untuk sangat kenyang). Selama waktu makan, secara periodik cari tahu dimana posisi anda pada skala ini, dan berhenti makan saat anda berada pada posisi 5.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun