Mohon tunggu...
Klaus Radityo
Klaus Radityo Mohon Tunggu... -

Klaus Radityo lahir di Surabaya, dibesarkan di Probolinggo, Jawa Timur. Paling senang......kalau tulisannya membawa manfaat bagi pembacanya ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Bukanlah Indonesia tanpa Gus Dur

30 Desember 2009   13:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:42 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlahir dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil Wahid, Gus Dur mewarnai nasib bangsa kita dengan pemikiran, nasihat dan humor-humornya yang segar. Saya mulai mengamati gerak-gerik Gus Dur sejak selesai membaca buku The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid tulisan Greg Barton. Hawa kagum dan hormat pada jiwa besar ini sangat mewarnai masa muda saya, bukan hanya karena saya dibesarkan di Probolinggo, basis kaum Nahdliyin tetapi juga karena saya sebagai minoritas dari segi etnis dan agama merasakan kesejukan dari tindakan pembelaan beliau yang nyata.

Gus Dur bukan hanya pembela kaum minoritas dan kaum yang tertindas, beliau juga pembela negara yang gigih. Musuhnya bukan Belanda atau Jepang tapi gerakan-gerakan laten dalam selimut yang mengancam keutuhan dan kodrat kemajemukan Indonesia. Atas nama kebhinekaan tanah air, setiap warga bangsa yang menjadi bagian dari kebhinekaan itu berhutang pada budi luhur almarhum.

Karena besarnya semangat hidup Gus Dur, mengingat akan misi mulianya, Gus Dur pun berkali-kali lolos dari jeratan maut. Ada seloroh di antara kaum nahdliyin tentang tiga misteri dalam hidup. Misteri pertama usia, misteri kedua jodoh dan misteri ketiga ialah Gus Dur. Kini Gus Dur telah berpulang untuk selama-lamanya, mungkin Yang Maha Kuasa menyayangi beliau sehingga segera memanggilnya setelah berlelah-lelah berjuang menegakkan kebenaran. Tapi dalam hati kecil beliau, tidak ada yang lebih tenang dan damai selain mengetahui bahwa di antara bangsa kita akan lahir penerus-penerus cita-cita beliau.

Ad-Dakhil (Sang Penakluk), demikian nama ini dengan tepat diberikan oleh ayahanda Gus Dur, Alm. K.H Wahid Hasyim. Gus Dur telah menaklukkan kebencian, Gus Dur telah menaklukkan sekat pembatas, Gus Dur telah mengakhiri hidupnya dengan mulia. Sama seperti sahabat beliau almarhum Rm. YB. Mangunwijaya yang terwujud harapannya untuk wafat ketika menjalankan tugas, Gus Dur pun wafat dalam rangka menjalankan tugas mengunjungi konstituennya di pesantren-pesantren.

Selamat jalan Gus Dur! Engkaulah pahlawan di hati rakyat! Indonesia bukanlah Indonesia tanpamu!

Beijing, 30 Desember 2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun