[caption id="attachment_18689" align="alignright" width="300" caption="www.shutterstock.com"][/caption] Sebelum pembaca memasuki bagian isi dari artikel ini, saya ingin menjelaskan dulu arti istilah “altruis” yang dipakai dalam judul artikel ini. Kata “altruis” belum pernah saya baca ataupun dengar di media Indonesia. Menurut Merriam Webster Online Dictionary, altruist berasal dari kata altruism yang berarti “unselfish regard for or devotion to the welfare of others” (paham yang mementingkan kebahagiaan pihak lain daripada diri sendiri). Kata altruist saya serap ke dalam bahasa Indonesia menjadi altruis (semoga tidak mencederai tata Bahasa Indonesia yang baku, saran dan kritik dari para ahli bahasa sangat dibutuhkan). Kita tidak akan berpanjang-panjang dengan kata altruis ini karena saya yakin para pembaca sudah memahami maknanya, maka perkenankan saya mengantar para pembaca ke isi artikel. Media resmi pemerintah China, China Central Television (CCTV) selama dua hari ini menyiarkan secara besar-besaran kejadian di kota Jingzhou, provinsi Hubei tentang wafatnya 3 orang mahasiswa Universitas Changjiang hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009. Mereka adalah Chen Jishi, He Dongxu dan Fang Zhao, semuanya masih berumur 19 tahun dan baru menginjak tahun pertama kuliah. Ketiga mahasiswa tersebut meninggal setelah hanyut oleh arus sungai Changjiang setelah sebelumnya bersama mahasiswa yang lain berusaha menolong anak kecil yang tenggelam di sungai tersebut. Anak kecil yang tenggelam itu berhasil diselamatkan, tetapi ketiga mahasiswa penolongnya mengakhiri hayat di tengah terpaan arus sungai yang deras. Media China menggambarkan tindakan 3 mahasiswa tersebut sebagai tindakan kepahlawanan yang luar biasa, sebuah tindakan altruis yang rela mengorbankan hidup demi menyelamatkan orang lain. Siaran tentang peristiwa tersebut berupa kesaksian para saksi mata sampai testimoni teman-teman ketiga mahasiswa tersebut tentang kehidupan sehari-hari mereka menjadi liputan media yang sangat membangkitkan rasa belasungkawa mendalam. Masih dalam suasana kemeriahan 60 tahun berdirinya Republik Rakyat China, media pemerintah merasa perlu untuk menyiarkan berita ini secara besar-besaran sebagai suatu tindakan yang diharapkan mampu mengilhami kaum muda mereka dalam menyerahkan hidup demi negara dan masyarakat. Tanpa mengurangi rasa hormat dan takzim saya kepada pahlawan-pahlawan altruis tersebut, saya bertanya-tanya dalam hati apakah kejadian seperti ini jika terjadi di tanah air dan diliput besar-besaran oleh media tidak akan dianggap menjadi suatu propaganda? Jangan-jangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengecam hal tersebut sebagai suatu bentuk eksploitasi perasaan pemirsa. Memang, beda negara, beda pemerintahan, beda cara memandang suatu masalah pula. Bagaimanapun juga faktanya, kejadian-kejadian yang melibatkan pahlawan altruis di tanah air tidak mendapatkan perhatian media sebesar perhatian media di China. Tetapi yang lebih penting bukan masalah liputan media, melainkan semangat altruis alias sepi ing pamrih, rame ing gawe ini apakah masih dimiliki bangsa kita? Indonesia sebenarnya juga tidak pernah kehabisan pahlawan-pahlawan altruis. Ketika saya menonton siaran Kick Andy di Metro TV, saya juga menyaksikan orang-orang seperti Fathul Khoiri (penolong korban bom Ritz Carlton JW Marriott Juli 2009), Achmad Usman (penolong korban bom Kedubes Australia September 2004), Agus Bambang Priyanto (penolong korban bom Bali I, Oktober 2002) dan Endang Aripin (mengorbankan diri untuk menolong orang tenggelam di Jepang dan dihormati sebagai pahlawan masyarakat Jepang). Kisah mereka juga tidak kalah mengharukan dan membangkitkan decak kagum yang luar biasa. Walaupun liputan tentang kisah kepahlawanan mereka tidak diliput secara besar-besaran, tetapi kisah mereka sudah menjadi bukti bahwa bangsa kita juga memiliki jiwa-jiwa yang besar. Kisa-kisah lain yang tidak terliput media juga pasti ada. Saya rasa media tanah air perlu menyiarkan siaran-siaran yang lebih mendidik dan inspiratif bagi kaum muda. Bukan hanya heboh dengan carut marut politik dan hingar bingar dunia gemerlap para artis. Saya haqul yaqin bahwa semangat para pahlawan altruis inilah yang menyinarkan harapan bagi kemajuan bangsa kita. Semangat mereka inilah yang menentukan hidup matinya Indonesia. Klaus Radityo Beijing, 26 Oktober 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H