Mohon tunggu...
Fiksiana

Love or Hate? (Bab 1)

2 Mei 2015   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pertemuan

Reina berpamitan pada teman-teman di Klub untuk pergi sebentar mencari inspirasi untuk cerita yang sedang ia kerjakan. Sambil mencari inspirasi, Reina berjalan-jalan di taman seraya melihat-lihat sekeliling taman. Setengah melamun, Reina tanpa sengaja tersandung dan menumpahkan seluruh isi kaleng softdrink yang tengah ia pegang ke atas tas seorang lelaki yang sedang duduk termenung sembari memutar-mutar pensil yang ia pegang. Sadar bahwa tas nya basah, lelaki tersebut mengeluarkan seluruh isi tas nya dengan cepat.

“Maaf. Aku tidak sengaja tersandung barusan.” Kata Reina sembari berdiri dan membersihkan celana panjang nya yang kotor akibat terjatuh.

“Hm.” Jawab lelaki itu sambil menganggukkan kepala nya.

“Basah semua, ya?” tanya Reina cemas.

“Sedikit.” Jawaban singkat dari lelaki itu.

“Ah, maaf, maaf. Biarkan aku membantu untuk mengeringkan tas milikmu.” Ucap Reina menawarkan bantuan.

Setelah membantu laki-laki tersebut, Reina mengulurkan tangan.

“Namaku Reinata Schient.” Kata Reina dengan ramah.

“Oh.” Jawab laki-laki tersebut sembari menjabat tangan Reina yang terulur.

“Uhm. Bolehkah aku mengetahui namamu?” tanya Reina.

“Tatsugaya Aaron.” Jawab laki-laki itu singkat lagi.

“Kau suka menggambar?” tanya Reina yang barusan melihat buku sketsa yang terbuka di samping Tsuga.

Tsuga membalas pertanyaan Reina dengan anggukan ringan.

“Ah, ikutlah denganku.” Ajak Reina.

“Kemana?” tanya Tsuga singkat.

“Sudahlah. Ikut saja denganku. Aku yakin kau akan suka dengan tempatku bekerja.” Jawab Reina mempromosikan Silver Choco.

Tsuga mengangguk dan menyangkutkan tali tas ke bahunya lalu berdiri. Tsuga mengikuti Reina yang berjalan di depannya menuju ‘kantor’ yang disebutkan Reina.

Sesampainya Reina dan Tsuga di ‘kantor’, Reina memperkenalkan Tsuga kepada anggota klub di Silver Choco.

“Tatsugaya, ini tempat aku bekerja. Ini bukanlah sebuah kantor. Ini hanya sebuah tempat dimana kami berkumpul untuk bekerja.” Ucap Reina menjelaskan pada Tsuga.

“Hm.” Gumam Tsuga sembari menganggukkan kepalanya.

“Panggil aku Tsuga saja. Tatsugaya terlalu rumit untuk diucapkan.” Kata Tsuga lalu membungkukkan badannya.

“Woh. Kau bisa berbicara dengan kalimat panjang juga, ya?” tanya Jhonny anggota klub yang bekerja sebagai pengurus peralatan gambar dan peralatan lain yang dibutuhkan oleh para anggota, juga seorang penulis cerita singkat.

“Jhonny. Kau ini apa-apaan, sih? Gumam Mia komikus dan seorang perancang cover novel dan manga di klub.

“Kalau begitu, selamat bergabung di klub, Tsuga.” Kata Andrew novelis dan penasihat klub ¾ menyambut Tsuga.

Tsuga duduk di tempat yang tersedia. Tanpa pikir panjang dan berkata apa-apa, Tsuga mengeluarkan buku sketsa nya dan melanjutkan gambar yang sedang ia kerjakan sebelum Reina menumpahkan softdrink ke tas miliknya.

Setelah lewat siang hari adalah waktunya pulang bagi para anggota Silver Choco. Silver Choco bukanlah sebuah kantor permanen dan menjadi novelis serta komikus bukanlah pekerjaan yang akan menghasilkan uang secara rutin. Jadi para anggota hanya mempunyai 2 hari dalam seminggu untuk wajib berkumpul di ‘Kantor’. 5 hari lainnya akan dihabiskan para anggota klub untuk bekerja di masing-masing tempat yang mereka datangi kalu tidak sedang hari pertemuan.

Tsuga masih tetap tidak banyak bicara hingga saat waktu pulang.

“Hei, apa yang akan kau lakukan besok?” tanya Reina pada Tsuga yang tidak begitu menyimak pertanyaan dari orang lain.

“Tidak ada.” Jawab Tsuga singkat.

“Kalau begitu, datanglah lagi ke sini.” Ucap Reina mengajak.

“Baik.” Tsuga menanggapi dengan singkat, padat, dan jelas.

“Oh, dan bolehkah aku memiliki nomor ponselmu?” tanya Reina.

Tsuga membalikkan halaman buku sketsa nya dan menuliskan sekumpulan angka di atas buku lalu merobek halaman dengan tulisan tangannya. Tsuga menyodorkan kertas itu pada Reina.

“Jadi ini nomor ponselmu?” tanya Reina sembari mengambil kertas bertuliskan sekumpulan nomor di atas meja yang tadi disodorkan Tsuga.

“Ya.” Jawab Tsuga sambil membereskan barang-barangnya dan memasukkan barang-barang tersebut ke dalam tasnya.

“Oh. Baiklah. Aku akan mengirim pesan padamu nanti.” Kata Reina menatap kertas di tangannya.

“Kau tidak keberatan jika aku mengirim pesan padamu, ‘kan?” tanya Reina ragu.

“Tidak.” Jawab Tsuga, kemudian berdiri.

“Kau sudah mau pulang?” tanya Reina.

“Ya.” Jawab Tsuga singkat.

“Baiklah. Berhati-hatilah di jalan pulang.” Kata Reina.

“Ya.” Kata Tsuga menanggapi ucapan Reina barusan.

Tsuga melangkah pergi dari ruangan tempat anggota klub berkumpul dan meninggalkan ‘kantor’ untuk pulang ke rumah.

***

Keesokan harinya, para anggota Silver Choco berkumpul di ‘kantor’ berhubung hari itu mereka mendapat libur dari tempat kerja mereka masing-masing (sungguh suatu kebetulan).

“Hei, tidak kah kalian berpikir bahwa Tsuga mencurigakan?” tanya Jhonny pada anggota klub yang lainnya.

“Apa maksudmu dengan “mencurigakan”?” tanya Mia yang masih menatap layar laptop nya.

“Apa yang mencurigakan dari Tsuga?” tanya Andrew yang sedang membuat origami dari kertas bekas yang sudah tidak terpakai.

“Dia sangat diam. Sungguh mencurigakan.” Jawab Jhonny menunjukkan wajah seriusnya.

“Dia hanya tidak suka berbicara, bukan?” akhirnya Reina menanggapi omong kosong Jhonny.

“Tapi, dia terlalu diam.” Ucap Jhonny menyangkal.

“Oh ayolah. Jangan membahas sesuatu yang tidak perlu dibahas, Jhonny.” Kata Mia yang terus menerus menatap layar laptopnya.

“Pagi.” Ucap Tsuga yang tiba-tiba saja menunjukkan keberadaannya.

“Hei, sejak kapan kau berdiri di sana?” tanya Jhonny yan sedikit terkejut melihat Tsuga.

“Sejak aku dibilang “mencurigakan”.” Jawab Tsuga melirik Jhonny dengan ekspresi datar.

“Oh. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mencurigaimu, Tsuga.” Ucap Jhonny meminta maaf.

“Tak apa.” Kata Tsuga lalu duduk di tempat yang kemarin ia duduki.

“Tapi, aku pikir kau terlalu pendiam.” Kata Mia yang tiba-tiba membalikkan badannya ke arah Tsuga.

“Benarkah?” tanya Tsuga tanpa penasaran.

“Kau memang terlalu hening.” Kata Jhonny melanjutkan percakapan.

“Berhentilah mengkritiknya, teman-teman.” Ucap Reina yang sedari tadi melihat ke arah siapa pun yang sedang berbicara.

“Tidak apa-apa.” Kata Tsuga menyangkal ucapan Reina pada Mia dan Jhonny.

“Hm. Memang kenapa kau begitu diam?” tanya Andrew yang tiba-tiba ikut penasaran.

“Aku hanya.... Aku hanya tidak suka berbicara.” Jawab Tsuga.

“Bukankah itu sama saja dengan pendiam?” tanya Jhonny lagi.

“Aku hanya. Berbicara hanya. Ah.” Ucap Tsuga terbata-bata.

“Hanya apa?” tanya Reina yang sudah hadir di depan Tsuga.

“Hanya tidak suka membuang tenaga.” Jawab Tsuga sembari menundukkan kepalanya.

“Memang seberapa banyak tenaga yang kau butuhkan untuk berbicara?” tanya Mia dengan nada mengintimidasi.

“Haruskah aku menjawabnnya?” tanya Tsuga melirik Mia.

“Apa yang terjadi? Apa yang terjadi sehingga kau tidak banyak bicara?” tanya Andrew yang tiba-tiba bertanya.

“Apa maksudmu?” Tsuga kembali bertanya.

“Kurasa kau tidak seperti ini dulu.” Kata Andrew.

“Bagaimana kau mengetahuinya?” tanya Tsuga lagi.

“Hei, kau belum menjawab pertanyaanku, Tsuga.” Jawab Andrew sambil tersenyum.

“Aku tidak...”

“Katakan pada kami, Tsuga.” Kata Mia dan Jhonny bersamaan.

“Aku... Baiklah. Aku akan menceritakan sedikit.” Akhirnya Tsuga menyerah.

“Sewaktu berada di SMP, aku memiliki seorang sahabat yang selalu bersamaku kemana pun aku pergi.” Ucap Tsuga mengawali ceritanya.

“Kemana pun?” tanya Jhonny.

“Sssst. Biarkan Tsuga bercerita.” Tegur Mia pada Jhonny yang memotong cerita Tsuga.

“Pada suatu hari, dia pergi ke kantin tanpa aku. Aku mencarinya dan menemukannya sedang merokok. Aku tahu bahwa keluarganya paling tidak suka dengan rokok. Berhubung aku sudah lama dekat dengannya, aku mengenal kedua orang tuanya dengan baik. Aku bertanya pada ayah dan ibu nya apakah tidak apa bagi dia untuk merokok. Tanpa sadar, aku mengadukan perbuatannya pada orang tua nya. Kedua orang tua nya sangat marah dan menghukum nya selama 3 bulan untuk tidak pernah keluar dari rumah, bahkan untuk pergi ke sekolah. Setelah ia kembali ke sekolah, aku mencoba untuk mengobrol dengannya. Dia selalu mengabaikanku. Aku terus mencoba untuk membuka percakapan. Suatu hari, dia berkata ‘Kau bukan sahabatku lagi. Kau menghancurkan hidup ku! Jangan dekati aku lagi!’ dengan nada yang sangat marah. Aku tidak tahu bagian mana yang salah dari mencegahnya ke jalan yang salah dengan merokok. Dia menghasut teman-teman yang lain untuk mengabaikan ku. Setiap kali mengajak seorang teman di sekolah untuk mengobrol, mereka akan mengabaikanku. Sejak saat itu, aku lebih berhati-hati dalam berbicara dan akhirnya memilih untuk diam. Aku hanya berbicara di rumah seakan tidak ada yang salah di sekolah.” Cerita Tsuga berhenti sampai di situ.

“Wow.” Gumam Jhonny setelah berhasil menyimak cerita Tsuga.

“Jadi, keluargamu sama sekali tidak mengetahui hal ini? Sampai sekarang?” tanya Reina.

“Ya.” Jawab Tsuga.

“Sahabatmu itu... Sudah bagaikan saudara, ya?” tanya Mia dengan nada prihatin.

“Ya.” Jawab Tsuga sambil menundukkan kepalanya.

“Oh. Maafkan aku karena membuatmu harus menceritakan hal ini.” Ucap Jhonny.

“Ah. Tidak ada yang salah.” Kata Tsuga.

“Kalau begitu, kau bisa menjadi teman kami. Kami semua.” Ajak Reina yang berusaha mengubah suasana ruangan menjadi normal kembali.

“Iya. Kau tidak perlu berdiam terus-menerus.” Kata Mia membantu Reina.

“Benar. Di sini kau harus banyak bicara.” Kata Jhonny ikut membantu.

“Benar. Kau bisa menjadi teman kami. Di sini, belajarlah kembali seperti semula. Bicara yang banyak.” Kata Andrew.

“Kalian akan menjadi temanku?” tanya Tsuga.

“Tentu saja. Tsuga, bergabunglah dengan kami. Di Silver Choco, tidak akan ada yang tertinggal. Kita akan berjalan bersama-sama.” Kata Reina menyemangati.

“Hm.” Gumam Tsuga sembari menganggukkan kepala.

“Ah. Senyummu sungguh enak dilihat.” Kata Mia.

“Ha? Yang benar saja.” Kata Tsuga sembari tersenyum.

Mulai hari itu Tsuga menjadi anggota Silver Choco.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun