*****
setelah puas berjalan-jalan dengan menggunakan mobil mereka beristirahat di sebuah kedai kopi pinggir jalan. Ara memandangi jalan dengan tatap kosong. Aska memperhatikan ara dengan tenang. Ia berdoa dalam hati agar tuhan mengabulkan kata-kata yang tadi ia lontarkan di hadapan orang tua ara.
Aska menarik nafas panjang. Tangannya ia letakkan di atas kepala ara. Aska membelai lembut rambut ara. Ia belai dengan sepenuh hati. Hatinya serasa ingin pecah ketika harus berpisah dengan ara.
Ia sadar bahwa hari ini adalah hari terakhir ia bersama ara. Esok hari ia harus kembali pulang kerumah.“ aku sadar, aku tidaklah bisa membahagiakan kamu secara utuh karna aku tidak bisa selalu ada dalam bentuk nyata di hadapanmu. Aku berjanji kepadamu, akan ku selesaikan secara cepat kuliahku dan kita menikah.”
Ara masih tetap terdiam.Matanya memandang ke atas langit. Ia menerawang jauh ke atas. Ara membisu. Pelayan kedai datang membawakan pesanan yang di pesan oleh mereka. Aska menyeruput teh hangat yang ia pesan. Ia lepaskan jaket yang ia kenakan. Tubuhnya ia sandarkan di kursi. Suasana hening tanpa pembicaraan kembali menyelimuti mereka.
“ kamu tahu aska, sudahkah kamu memang benar-benar serius dengan kata-katamu tadi?”, ara membuka pembicaraan.
“ ia aku sangat serius.”
“ sudahkah engkau siap menerima segala kekurangan yang ada di dalam tubuh yang di aliri ruh kehidupan ini?”
“ maksudmu?”
“ tidak apa-apa”, dengan wajah tersenyum ara menjawab pertanyaan aska.
******