Mohon tunggu...
Karunia Kristania
Karunia Kristania Mohon Tunggu... -

The Sampoerna Academy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa yang Terjadi?

25 November 2014   02:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:57 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Terjadi ?

Pada saat itu kalender kamar saya memberitahukan bahwa hari itu adalah hari minggu dengan tanggal yang terletak di antara angka 15 dan 17 pada bulan kesebelas. Jam di tangan saya menunjukan pada 5 menit ke depan, Bogor akan berada pada pukul setengah delapan malam. Tak selang beberapa saat setelah menatap jam tangan saya, terdengar bunyi dari suatu benda di samping saya. Satu nama yang muncul di layar handphone, seketika merubah semuanya, perasaan tak karuan, jantung yang berdetak tak menentu, bumi terasa berputar 180º terbalik, tetapi saya tetap bersyukur setidaknya jantung saya tidak berhenti berdetak. Saya pun mengangakat telepon yang masuk dari orang tersebut, dengan pertanyaan dan jawaban yang begitu singkat berakhirlah percakapan malam itu. Segera saya dengan terburu-buru mengambil sweater yang ada di kasur. Keluar dari pintu kamar dan pintu asrama, berjalan dengan kecepatan yang tak biasanya. Tiba-tiba saya terpikir kenapa saya harus berjalan begitu cepat padahal kesiapan saja belum cukup matang untuk tiba di sana. Akhirnya saya memustuskan untuk berjalan seperti biasanya dengan tidak terburu-buru sambil berpikir apa yang akan terjadi.

Sampailah saya di tempat itu, tidak terdengar suara percakapan orang-orang sekitar, yang membuat keadaan seolah begitu sunyi, tak ramai juga, tetapi banyak yang berlalu lalang lewat di depan tempat saya dan dia duduk. Mulut saya seperti terkunci rapat, tak dapat mengeluarkan kalimat yang panjang, hanya menjawab sesekali dengan kalimat yang begitu singkat, seolah-olah sedang mencari kesempatan untuk mencuri lirikan dedaunan pohon kelapa yang ada di depan saya, pandangan tidak tertuju padanya. Udara malam Bogor yang begitu dingin menambah kekakuan tubuh ini nampak alam saja begitu membenci saya karena seolah-olah saya menghiraukan seseorang yang sedang berbicara begitu panjangnya. Akan tetapi telinga saya dengan setia mendengarkan bibir kecil itu berbicara. Awalnya dari pendengaran, otak saya menerjemahkannya dan mulailah hati bertindak. Sepertinya bukan percakapan yang terjadi saat itu, hanya pembicara dengan pendengar yang setia.

Kotak coklat besar, menyelamatkan malam sepi itu. Dengan tidak berjalan terburu-buru lagi, saya di antarkan pulang balik ke asrama. Seolah jalan di depan gedung melati menjadi terminal bagi mereka yang mengantarkan temannya untuk pulang. Melalui dua pintu yang sama, seperti sebelum kotak coklat yang besar itu ada di kedua tangan saya, sampailah saya di kursi yang terletak di pojokan kamar saya, berpikir untuk membuka kotak itu atau tidak. Untuk lebih nyaman, saya duduk di kasur dan mulai membuka kotak coklat yang besar itu. Melihat isi dari setiap ruang di kotak itu. Hanya tersenyum dengan mata yang meneteskan air jatuh di pipi saya.

Dengan perasaan yang begitu lelah, akhirnya urusan saya dengan isi kotak coklat itu selesai. Saya mulai berpikir dengan apa yang ada di dalam kotak itu dan mengambil kesimpulan bahwa jangan pernah membohongi seseorang apalagi yang sangat peduli dengan diri kita, selalu bersyukur dengan apa yang ada pada kita saat ini karena kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi nantinya ketika kita salah mengambil sebuah keputusan, terkadang kita akan menyadari sesuatu itu sangat berharga ketika sesuatu itu tidak ada lagi.

Malam yang panjang dan begitu melelahkan, saya memutuskan untuk mengakhirinya dengan beritirahat sejenak di kasur yang begitu nyaman. Hari-hari berikutnya setiap saya menatap kotak coklat besar itu yang terpajang rapi di atas selimut, di samping boneka yang duduk di kasur saya, senyuman kecil tanpa disadari terbentuk di wajah saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun