Menganalisis Cerita Ulang Imaginatif
Cerita I
Legenda Telaga Tumatenden dari Minahasa
Beribu-ribu tahun sebelum bumi didiami banyak manusia, terdapat sebuah tempat permandian air panas di sebuah desa bernama Tataaran, nama mata air panas itu adalah Rano ni Putiin yang memiliki arti air dari burung balam. Tempat ini hanya diperuntukan bagi putri kayangan. Pemilik pemandian itu bernama Mamanua, seorang yang kaya dan memiliki banyak pesuruh. Mamanua senang berburu di hutan dekat pemandian itu, setiap kali pesuruhnya mandi di tempat itu mereka harus membersihkaannya kembali. Sampa suatu ketika, tempat pemandian itu kotor, tetapi bukankarena pesuruh Mamanua yang melakukannya. Ia pun penasaran akan siapa yang berani mandi di tempat itu tetapi tidak membersihkannya kembali. Tanpa bantuan dari para pesuruhnya, Mamanua pun menunggu di tempat yang tersembunyi dekat pemandian itu.
Tiba-tiba terdengar suara bunyi angin ribut yang lama-kelamaan suaru itu semakin mendekat dan tampaklah sekelompok burung balam putih berjumlah sembilan ekor di tempat pemandian. Sembilan ekor burung itu seketika berubah menjadi putri-putri yang cantik dengan sayap putih. Mereka menanggalkan sayapnya dan mandi di tempat itu.
Kegelisahan yang semula di rasakan Mamanua berubah menjadi kegembiraan. Karena terpukau akan kecantikan para putri itu, ia langsung mencuri dan menyembunyikan salah satu sayap putih mereka. Setelah itu, ia datang menghampiri para putri yang sedang mandi tersebut namun dengan cepat pula para putri kayangan segera berlari mengambil sayapnya masing-masing dan terbang kembali ke kayangan. Celakanya salah satu putri tidak bisa kembali bersama saudaranya yang lain karena sayapnya hilang tak tahu dimana. Lumalundung, nama putri yang tertinggal sendiri di bumi merupakan adik bungsung dari para putri kayangan, tidak bisa kembali ke tempat asalnya hanya menangis karena saudaranya pun para putri yang lain tidak bisa berbuat apa-apa.
Kemudian datanglah Mamanua ke hadapan Lumalundung dan membujuknya untuk tinggal bersama dengan dia. Mamanua oun memperistrikan Lumalundung dan hidup bahagia sebagai keluarga yang dianugerahkan seorang anak yang diberi nama Walansendow. Waktu yang terus berjalan, ketika Lumalundung sedang menyusui anaknya, Mamanua melihat banyak kutu di kepala istrinya itu.
Tanpa disuruh, Mamanua langsung mencari kutu, bahkan mencabut tiga helai rambut istrinya. Sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi, karena merupakan sebuah pantangan bagi Lumalundung. Bekas rambut yang tercabut itu langsung mengeluarkan darah tanpa hentinya. Mamanua pun bingung, ia langsung berlari keluar rumah. Segera Lumalundung mencari sayap yang disimpan oleh suaminya itu. Ia pun mendapatkannya dan langsung terbang kembali ke kayangan.
Setelah kepergian ibunya, di kamar, Walansemdow menangis tanpa henti. Mamanua menyadari bahwa istrinya tidak ada lagi. sebuah kesedian yang sangat mendalam bagi Mamanua an Walansemdow. Segala jalan dipikirkan untuk dapat bertemu dengan Lumalundung.
Dengan mengendong Walansemdow, Mamanua melangkahkan kakinya mencari istri dan ibu dari anaknya itu. “Jika perlu sampai ke langit yang ketujuh” katanya dalam hati. Pada perjalanan pertama, ia bertemu dengan pohon hitam raksasa yang disebut Walangitan. Pohon ini akan memberikan jasanya hanya bila ada balas jasa yang diberikan Mamanua kepadanya. Mamanua pun menyetujuinya. Ia memanjat, tetapi belum juga berhasil tiba di langit. Akhirnya dengan susah payah mereka menaikinya dan menuruninya. Perjalanan dilanjutkan, bertemulah mereka dengan rotan yang panjang. Sama seperti pohon raksasa, ia juga menginginkan balas jasa. Untuk kedua kalinya Mamanua menyetujuinya. Lalu mereka di angkat tinggi-tinggi oleh rotan, tetapi tidak sampai juga di langit. Walupun kecewa, Mamanua tidak beputus asa, setelah kira-kira seratus meter perjalanan yang selanjutnya, ia bertemu dengan babi hutan. Ia menyampaikan maksudnya dan sama seperti pohon dan rotan panjang, babi hutan meminta balas jasa. Untuk ketiga kalinya, Mamanua mengiyakan permintaan babi hutan tersebut. Selanjutnya, ia dan anaknya bertemu dengan ikan besar. Dan hal sama terjadi, semua yang ia temui ketika perjalanan mencari istrinya untuk meminta pertolongan menginginkan balas jasa tetapi mereka tetap belum bisa menemukan Lumalundung.
Ketika melanjutkan perjalanan, bertemulah mereka dengan seorang lelaki tua yang ternyata adalah ayah dari Lumalundung. Singkat cerita, akhirnya Mamanua dan Walansendow dapat bertemu dengan Lumaundung dan hidup bahagia dikayangan karena kerja kerasnya selama ini untuk menemukan istri tercintanya.
Cerita II
Legenda Lahilote dari Gorontalo
Dahulu kala di hulu sungai dekat mata air, hiduplah seorang pria bernama Lahilote. Pekerjaan sehari-harinya adalah mencari rotan di hutan. Suatu hari, tanpa disangka ketika sedang berjalan, Lahilote melihat tujuh bidadari yang sedang mandi di sebuah sungai. Ia pun terpukau melihat keberadaan para bidadari tersebut akhirnya, ia memutuskan untuk mencuri sebuah selendang dari salah satu bidadari dan menyembunyikannya. Setelah beberapa saat, para bidadari itu pun selesai dari mandinya dan berniat untuk kembali ke kayangan tetapi, salah satu dari ketujuh bidadari itu tidak dapat kembali ke tempat asal karena selendangnya hilang entah kemana tetapi yang sebenarnya diambil oleh Lahilote. Bidadari yang tidak bisa kembali ke kayang pun sangat bersedih dan menangis, tiba-tiba Lahilote datang dan mencoba membujuk bidadari tersebut. Tidak hanya menenangkan bidadari yang tengah bersedih itu, ia pun berhasil membujuk bidadari yang cantik nan jelita itu untuk menikah dengannya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Suatu hari ketika Lahilote sedang mencari rotan di hutan, istrinya yang hanya tinggal di rumah menemukan selendangnya yang lama hilang ketika sedang membersihkan rumah mereka. Saat itu juga, bidadari yang cantik nan jelita, istri Lahilote kembali ke kayangan.
Setibanya di rumah, Lahilote terkejut. Ia mencari-cari setip sudut rumahnya tetapi tidak membuahkan hasil, istrinya tetap tidak dapat ditemukan. Ketika sedang bersedih, datanglah seorang Polah yaitu suatu suku yang tinggal di tengah hutan, sambil memegang rotan hutiya mala hadir di depan Lahilote. Seorang Polah tersebut berkata bahwa rotan yang sedang ia pegang saat ini akan memandu Lahilote ke kayangan tempat istrinya berada. Dengan tekad yang kuat, akhirnya sampailah ia di kayangan dan bertemu dengan istrinya, mereka berdua pun hidup dengan bahagia. Sampai satu ketika, ketika sedang duduk berdua, Lahilote dan istrinya yang sedang mencari kutu di kepala Lahilote menemukan uban di kepalanya. Istrinya pun terkejut dan mengatakan bahwa Lahilote tidak boleh berada di kayangan karena makhluk yang beruban tidak akan abadi. Lahilote pun bingung dan bertanya apa alasan istrinya berkata demikian. “Apalah arti sebuah cinta, kalau Tuan sudah beruban, apalah artinya sebuah kayangan kalau Tuan tinggal bayangan” jawab istrinya. Akhirnya, dengan sangat bersedih hati karena terpukul oleh kata-kata istrinya, dengan penyesalan yang sangat mendalam, ia pun turun ke bumi meninggalkan kayangan dan istri tercintanya.
Dengan menggunakan sebilah papan ia turun ke bumi. Ketika sampainya di bumi, ia berkata: “Sampai senja umurku nanti, berbatas pantai Pohe, berujung kain kafan, di sana telapak kakiku akan terpatri sepanjang zaman”. Lahilote menapakkan kakinya di bumi, di atas sebuh batu dengan sangat kuat sampai berdarah, sehingga membentuk jejak kakinya. Hingga saat ini, di pantai Pohe terdapat batu dengan jejak kaki yang dipercaya masyarakat setempat sebagai jejak kaki Lahilote.
Analisis cerita
Terdapat persamaan dalam kedua cerita ulang di atas, namun terdapat pula perbedaan yang membedakan kedua cerita tersebut. Berikut ini adalah analisis cerita ulang imaginatif.
1.Penokohan
Cerita I :
-Mamanua adalah seorang yang berani dan kuat, pantang menyerah, memiliki tekad dan keyakinan yang sangat teguh, serta penyayang.
-Lumalundung adalah putri kayangan yang cantik dan menarik hati, penyayang dan merupakan orang yang patuh terhadap aturan yang ada
Cerita II :
-Lahilote adalah seorang yang berani dan kuat, pantang menyerah, memiliki keyakinan dan tekad yang teguh, serta penyayang.
-Istri Lahilote memiliki perawakan yang menarik sebagai seorang bidadari, patuh terhadap aturan.
2.Latar
Cerita I :
-Beribu-ribu tahun yang lalu
-Di sebuah hutan dan tempat pemandian
-Di kayangan
Cerita II :
-Dahulu kala
-Di sebuah hutan
-Di sungai
-Di rumah
-Di kayangan
3.Alur
Cerita I :
Menggunakan alur maju
Cerita II :
Menggunakan alur maju
4.Tema
Cerita I : Cinta dan Perjuangan
Cerita II : Cinta dan Kesedihan
5.Amanat
Cerita I : kita harus saling menolong satu sama lain dan apabila kita memiliki suatu tujuan atau cita-cita maka sabiknya kita berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkannya.
Cerita II : Jangan mengambil sebuah keputusan yang nantinya akan disesali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H