Sampah masih menjadi persoalan yang rumit di Indonesia, tak terkecuali Desa Bendoarum, dan diantaranya berasal dari sampah rumah tangga. Sistem pengelolaan sampah yang kurang efisien dan partisipasi masyarakat yang minim menyebabkan timbunan sampah pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) sampai melebihi kapasitas. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan untuk menekan produksi sampah. KKN UMD UNEJ 78 bekerja sama dengan perangkat Desa Bendoarum mengadakan sosialisasi dan pelatihan pembuatan eco-enzyme, teknologi ramah lingkungan dengan bahan baku sampah. Kegiatan dilakukan di Balai Desa Bendoarum yang dihadiri oleh bapak kepala desa, perangkat desa, para kader, warga, dan pemuda Bendoarum.Â
Eco-enzyme merupakan solusi alami yang dihasilkan melalui proses fermentasi dari berbagai bahan organik, seperti kulit buah, sayuran, atau limbah dapur lainnya. Dalam proses fermentasi eco-enzyme, mikroorganisme mengurai bahan-bahan organik menjadi senyawa bioaktif yang dapat digunakan berbagai tujuan. Senyawa bioaktif ini memiliki beragam manfaat dan sering digunakan sebagai pengganti bahan kimia berbahaya.
Pada awal pelaksanaan, kegiatan ini dimulai dengan penyelenggaraan sosialisasi sebagai wadah untuk memperkenalkan eco-enzyme kepada masyarakat. Tujuan utama dari sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang eco-enzyme, mengingat masih banyak di antara masyarakat yang belum familiar atau bahkan baru mendengar istilah tersebut. Penjelasan rinci diberikan mengenai proses pembuatan eco-enzyme dari bahan-bahan organik yang mudah didapatkan, serta cara penggunaannya yang mudah dan ramah lingkungan. Dalam kegiatan sosialisasi, contoh nyata produk eco-enzyme yang dihasilkan juga ditampilkan agar masyarakat mengetahui bagaimana gambaran bentuk dari eco-enzyme.
Setelah melalui proses sosialisasi eco-enzyme, kegiatan tidak berhenti hanya pada tahap pemberian informasi. Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan pelatihan praktik tentang cara pembuatan eco-enzyme kepada masyarakat. Pelatihan ini diadakan untuk memastikan masyarakat dapat mengimplementasikan eco-enzyme dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah dan efektif. Proses pencampuran gula merah, sampah rumah tangga seperti sisa buah/sayuran, dan air dengan perbandingan 1 : 3 : 10 dipraktikkan langsung di depan masyarakat untuk menunjukkan bahwa pembuatan eco-enzyme sangatlah mudah dan praktis sehingga dapat dibuat oleh siapapun. Bahan seperti gula merah dapat digantikan dengan bahan lain seperti molase, gula merah tebu, gula aren, gula kelapa, maupun gula lontar. Selain mencampurkan bahan-bahan sebelumnya, hasil pencampuran perlu disimpan dalam sebuah wadah tertutup rapat dan disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung yang terletak jauh dari gelombang Wi-Fi, kamar mandi, tempat sampah, tempat pembakaran sampah, maupun bahan-bahan kimia. Eco-enzyme siap dipanen dalam waktu 90 hari fermentasi dengan menyaring hasilnya dan hanya menggunakan cairannya saja serta disimpan dalam wadah tertutup lainnya yang mudah digunakan seperti botol plastik.
Salah satu bentuk pemanfaatan eco-enzyme yang dapat dilakukan di desa Bendoarum adalah membawa perubahan signifikan pada sawah-sawah yang mengalami kesulitan pengairan. Eco-enzyme membantu meningkatkan daya serap tanah dan memperbaiki struktur tanah yang sebelumnya kering dan kurang subur menjadi lebih baik. Meskipun sawah yang lebar memerlukan eco-enzyme untuk meningkatkan keseburan tanah dan produktivitas pertanian, sebenarnya jumlah eco-enzyme yang diperlukan tidak harus banyak. Penggunaan eco-enzyme memiliki sifat yang sangat efisien dan dapat diencerkan dengan air dalam proporsi tertentu untuk mencakup area yang luas. Selain itu, eco-enzyme juga memiliki sifat yang mudah menyebar dalam tanah, sehingga setiap penggunaan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan selama beberapa waktu. Dengan demikian, petani tidak perlu menggunakan eco-enzyme secara berlebihan, tetapi lebih fokus pada penggunaan yang tepat untuk mencapai hasil yang optimal.
Antusiasme para peserta kegiatan dapat terlihat dengan banyaknya pertanyaan yang diberikan seperti "Apakah proses fermentasi dapat dipercepat?", "Apa saja unsur unsur yang terkandung dalam eco-enzyme?", ataupun "Apakah pembuatan eco-enzyme dapat menggunakan satu jenis sisa buah/sayuran saja?". Diharapkan dengan pelatihan ini, masyarakat tidak perlu bingung  ke mana sampah rumah tangganya harus dibuang. Selain itu, sampah yang dihasilkan juga tidak hanya berakhir menjadi debu yang juga prosesnya menimbulkan polusi lingkungan. Warga bisa memanfaatkan sampah yang ada menjadi eco-enzyme secara mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H