Mohon tunggu...
KKN UM Wonokerso
KKN UM Wonokerso Mohon Tunggu... Editor - KKN Sinambung UM Wonokerso 2021

KKN Sinambung UM Wonokerso 2021

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mematahkan Stigma Negatif Skizofrenia Melalui Perawatan Pasien Skziofrenia

30 Mei 2021   16:53 Diperbarui: 30 Mei 2021   16:59 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ruang Rawat Inap Dewasa Melati - RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang (Dokpri)

 Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Baik kesehatan fisik ataupun kesehatan mental sama pentingnya bagi manusia. World Health Organization (WHO), mendefinisikan sehat sebagai keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. Akan tetapi, kesehatan jiwa lebih sulit untuk diamati sehingga seringkali tidak mendapatkan cukup perhatian dari masyarakat. Karenanya, kebanyakan individu masih lebih mengutamakan kesehatan fisik dibandingkan kesehatan mental dan orang-orang dengan masalah kejiwaan atau mental sering kali tidak mendapatkan penanganan yang sesuai.

Salah satu gangguan jiwa yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah skizofrenia atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Skizofrenia ditandai dengan gangguan proses berpikir, adanya ide-ide yang tidak logis, perhatian dan persepsi yang salah,  kurang ekspresi emosional atau terkadang ekspresi tidak sesuai, gangguan dalam gerakan dan perilaku. Kemampuan untuk melakukan aktivitas secara mandiri (seperti bekerja, mandi dan makan) pada penderita skizofrenia biasanya juga akan menurun. Perilaku penderita skizofrenia yang terkadang tidak sesuai, seperti suka marah, melamun, mondar-mandir, ataupun mengganggu orang sekitar, membuat sebuah stigma yang salah pada masyarakat. Banyak masyarakat menganggap skizofrenia disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional ataupun supranatural. Padahal, menurut teori psikodinamika, skizofrenia disebabkan oleh stres dan ketidakmampuan mereka dalam mengatasi masalah yang menekan membuatnya stres. Selain itu, kebanyakan masyarakat menganggap bahwa penderita skizofrenia sebagai orang yang berbahaya dan tidak dapat dikontrol, karenanya perlu untuk diasingkan dari masyarakat. 

Berangkat dari hal tersebut, salah satu mahasiswa Universitas Negeri Malang (21 tahun) dengan dosen pembimbingnyanya melakukan pendampingan perawatan kepada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang. Perawatan dilakukan dengan memberikan pengajaran keterampilan perawatan diri serta perawatan mental. Perawatan diri dasar diajarkan, seperti makan dengan perlahan dan tenang, membuang sampah pada tempatnya, menyisir dan menguncir rambut, menggunakan masker, memotong kuku, cuci tangan, perawatan diri ketika haid, dan lain-lain. Sedangkan perawatan mental dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada pasien untuk bercerita menganai diri dan kehidupannya. Kemudian mereka akan diberikan pengajaran hal-hal yang salah, bagaimana seharusnya menghadapi masalah, dan juga beberapa teknik relaksasi sederhana.

Hasil dari pendampingan perawatan yang dilakukan cukup baik. Hampir seluruh pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa tersebut mampu melaksanakan aktivitas perawatan diri dengan baik setelah diberi pengajaran beberapa kali. Mereka juga menjadi sadar bahwa aktivitas tersebut memang harus dilakukan tanpa harus diperintah. Pasien-pasien yang bercerita juga mau mendengarkan nasihat dan saran. Mereka bahkan bahagia ketika bercerita, "Senang disini bisa bercerita, tanpa ada yang menghakimi dan memarahi. Kan sebenarnya kita ingin bercerita, kalau ada salah ya diberitahu dengan baik, diberi solusi dengan lembut.." ungkap CA, salah satu pasien skizofrenia yang sudah berkali-kali mengalami kekambuhan skizofrenia.

Dengan hal tersebut, terbukti bahwa penderita skizofrenia mampu berperilaku secara normal seperti lingkungan sosialnya. Hanya saja, mereka membutuhkan sebuah pengajaran mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan. Serta tidak membedakan dan mengasingkan mereka, karena sesungguhnya mereka juga memiliki keinginan untuk bercerita dan didengarkan.

Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat di masa pandemi ini, masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan simpati dan empati kepada lingkungan sekitarnya untuk membentuk pribadi yang dapat diunggulkan dan menanamkan nilai dan norma sosial yang memenuhi harapan umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun