Salah satu kendala penting dari budidaya pertanian adalah adanya hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Hama dan penyakit seperti serangga, jamur, virus, dan bakteri berpotensi besar merugikan petani hingga jutaan rupiah jika tidak ditangani dengan baik.
Untuk mengatasinya, petani biasa menggunakan obat-obat kimiawi yang tersedia di toko pertanian. Akan tetapi, jika dipakai terus-menerus, hama akan kebal terhadap obat sehingga kemanjurannya menurun atau yang biasa disebut dengan resistensi hama.
Hal ini seperti yang terjadi pada lahan pertanian di Desa Klesem, Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan. Petani Desa Klesem terbiasa mengendalikan hama ataupun penyakit yang menyerang tanaman menggunakan obat yang ditawarkan oleh toko-toko pertanian.
Pak Dedi, salah satu petani cabai merah keriting Desa Klesem mengaku sudah menggunakan berbagai macam obat mulai dari yang murah hingga mahal untuk mengendalikan hama ulat, namun hasilnya nihil.
Sebagian besar tanaman cabai milik Pak Dedi masih mengalami layu dan terserang ulat. Harga obat yang biasa digunakan ini berkisar Rp50.000,00 sampai Rp150.000,00 per botol. Sama seperti Pak Dedi, Ibu Manda yang menanam cabai merah besar juga mengalami hal serupa.
“Modale rong puluh juta, tapi balike malah patang juta tok, ya aku rugi mbak, wong ulere akeh banget”, keluh Ibu Manda yang artinya “Modal 20 juta tapi hanya balik 4 juta saja, aku rugi mbak, ulatnya banyak sekali”.
Selain itu, obat kimiawi memiliki efek samping negatif sehingga mampu menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pencegahan yang efektif dan ramah lingkungan untuk merawat tanaman agar tidak terserang hama dan penyakit. Salah satunya dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Melihat permasalahan pertanian yang dialami masyarakat Desa Klesem, Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKNT-I) IPB berinovasi dan mengajak masyarakat memanfaatkan bahan-bahan yang ada di desa untuk diubah menjadi obat pengendalian hama dan penyakit. Program yang ditujukan untuk petani ini terdiri dari sosialisasi dan praktik Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Kegiatan tersebut dilaksanakan di dua dusun pada waktu yang berbeda, yakni pada hari Kamis sore (20/07) di Dusun Pringamba dan hari Senin malam (24/07) di Dusun Klesem.
Dalam kegiatan sosialisasi dan praktik PHT dijelaskan tiga metode untuk mengendalikan hama dan meningkatkan kualitas hidup tanaman, yakni pestisida nabati, Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan yellow sticky trap. Ketiga metode ini mudah diterapkan karena dibuat dengan bahan dan alat yang sudah ada di lingkungan Desa Klesem sehingga tidak memerlukan biaya tambahan yang besar.