Desa Doro, Pekalongan (04/02/2024) – Mahasiswi Arsitektur Universitas Diponegoro, Farha Vikri Carissa yang tergabung dalam TIM I KKN Universitas Diponegoro menerapkan ilmu perkuliahan arsitektur ke dalam program perancangan desain ruang terbuka komunal dan area pedagang kaki lima di Desa Doro, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan.
Perancangan ini diinisiasi setelah dilakukan observasi di Desa Doro. Desa Doro memiliki pasar desa yang menjadi pusat perekonomian. Selain itu, Kantor Kecamatan Doro juga berada di Desa Doro. Kedua hal tersebut membuat Desa Doro sering dikunjungi masyarakat luas, terutama untuk urusan perdagangan. Masyarakat Desa Doro memanfaatkan kunjungan dari masyarakat luas dengan memperbanyak titik area pedagang kaki lima. Salah satu titik area pedagang kaki lima berada di area Koramil 15 Desa Doro. Setidaknya, terdapat lebih dari 10 pedagang kaki lima yang berjualan di area tersebut. Ironinya, banyaknya pedagang kaki lima belum diikuti dengan penataan pedagang kaki lima yang baik.
Desa Doro belum memiliki ruang terbuka komunal yang memadai. Padahal, ruang terbuka komunal merupakan fasilitas desa. Ruang ini berperan sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi bagi masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan perancangan yang dapat menyelesaikan kedua isu tersebut.
Perancangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sosial dan ekonomi Desa Doro serta memberikan fasilitas yang memadai untuk interaksi sosial dan kegiatan komunal bagi penduduk desa. Perancangan ini juga bertujuan untuk menciptakan tata kawasan Desa Doro yang lebih baik.
Hasil observasi di Desa Doro menunjukkan area di sekitar koramil 15 cocok menjadi lokasi perancangan. Terdapat masalah dengan area taman pasif yang kurang bermanfaat, yang justru dimanfaatkan oleh pedagang untuk memasang baliho dan berjualan. Beberapa permasalahan lain yang ditemui meliputi pedagang kaki lima yang menggunakan garis sempadan jalan sebagai tempat berjualan, trotoar yang rusak dan terputus, bangunan yang melanggar garis sempadan bangunan, penggunaan badan jalan untuk berjualan dan parkir, ketidak-efektifan area putar kendaraan, gangguan visual akibat pemasangan baliho, dan penumpukan sampah.
Upaya-upaya penyelesaian masalah yang dapat diimplementasikan dalam perancangan desain meliputi pengembalian trotoar sebagai jalur pedestrian dengan melakukan perbaikan desainnya; penataan ulang taman agar lebih fungsional dan optimal; relokasi pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan ke dalam area perancangan; penyediaan lahan parkir yang memadai; serta penyediaan fasilitas sanitasi seperti tempat sampah dan fasilitas cuci tangan.
Konsep yang diterapkan dalam desain ini adalah arsitektur hijau. Sebagai ruang terbuka komunal, desain harus mampu menampung pengguna dengan jumlah optimal, namun tetap terbuka dan tidak terlalu massif. Desain juga harus memberikan ruang terbuka hijau yang cukup untuk menyerap air. Vegetasi yang sudah ada akan dipertahankan sebagai potensi dalam perancangan, sementara penambahan vegetasi juga akan dilakukan sebagai langkah penghijauan desa.