Semarang (24/07) -- Kemampuan mengenal warna adalah satu aspek dalam kemampuan kognitif anak usia dini. Hal ini tertuang dalam Permendikbud dan Permenkes tentang tingkat pencapaian perkembangan anak. Buta warna adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum cahaya atau warna tertentu.Â
Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang harus memilih jurusan dalam jenjang pendidikan, khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan pengodean warna dalam pekerja.
Sangat penting untuk dilakukan sosialisasi serta pengecekan buta warna pada anak sejak dini, sehingga anak dapat diarahkan sejak dini untuk lebih memperdalam dan memiliki cita-cita di bidang yang tidak terhalang oleh buta warna.Â
Hal ini merupakan aspirasi dari beberapa perwakilan warga dan pengampu anak-anak di wilayah RT07/RW06 dan RT08/RW06 kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara. Kedua wilayah tersebut memang memiliki jumlah massa anak-anak yang paling banyak, karena di wilayah ini terdapat banyak fasilitas pendidikan dan sekolah formal.
Sejalan dengan keluhan tersebut, anak-anak di wilayah ini juga sudah sangat terpapar oleh media elektronik, seperti gawai dan juga laptop, baik sebagai media pembelajaran maupun media bermain.Â
Dari informasi yang penulis dapatkan, pengampu anak-anak di wilayah ini juga mengeluhkan bahwa anak-anak sekarang ini sudah dikatakan mengalami kecanduan dalam menggunakan media elektronik, diperparah dengan libur sekolah serta metode pembelajaran secara daring.
"Anak-anak disini hampir semuanya main game online, apalagi liburan ini, main dari pagi sampai sore. Orang tua masing-masing juga kebanyakan sibuk, jadi tidak sempat untuk memonitor kegiatan anaknya", pungkas ketua PKK sekaligus RT08/RW06 kelurahan Purwosari.
Hal ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya jumlah anak-anak yang mengalami rabun jauh (miopia) atau yang biasa dikenal dengan mata minus, dan pada akhirnya membutuhkan atau menggunakan kacamata. Menurut data penelitian dari Brian Holden Institute Australia, mereka memprediksi bahwa sekitar 17,2% anak-anak di Indonesia akan mengalami miopia pada 2050 apabila laju penambahan tidak dapat dihentikan.
Eigieneo Elmattana Nosatiya (21), Mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro dari Program Studi Kedokteran Umum berinisiatif untuk mencoba membantu mengurai keresahan para orang tua di lokasi tersebut dengan mengadakan suatu program sosialisasi, pengecekan, dan edukasi mengenai buta warna dan rabun jauh pada anak sejak dini.Â