Di seluruh dunia, perdarahan postpartum (HPP) adalah penyebab tersering kematian ibu. Perdarahan postpartum (HPP) adalah salah satu keadaan darurat pada praktik kebidanan yang merupakan 1–5% persalinan pervaginam dan sesar mengalami perdarahan Postpartum. Untuk persalinan pervaginam persalinan, ini didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih besar dari 500 ml sedangkan untuk persalinan sesar beberapa penelitian didefinisikan sebagai: kehilangan darah lebih dari 1500 ml.
Penyebab tersering pada HPP adalah atonia uteri, yakni tidak berkontraksinya uteri setelah melahirkan sehingga perdarahan pada uteri tidak bisa dihentikan. Pengobatan yang efektif pada HPP tetap diagnosis cepat, realistis perkiraan jumlah kehilangan darah dan ketepatan intervensi. Perawatan HPP terdiri dari bi-manual atau kompresi mekanis rahim, uterotonika obat-obatan dan metode bedah, dikombinasikan dengan resusitasi tindakan. Selain itu HPP juga bisa menyebabkan syok hipovolemik yaitu kondisi yang disebabkan karena hilangnya darah dan cairan yang cukup banyak sehingga jantung tidak bisa memompa darah keseluruh tubuh, sebab itu resusitasi cairan harus segera dilakukan agar dapat menyelamatkan nyawa pasien HPP.
Dalam penelitian Schol, P. B. B., de Lange, N. M., Woiski, M. D., Langenveld, J., Smits, L. J. M., Wassen, M. M., Henskens, Y. M., & Scheepers, H.C. J. (2021). melakukan uji coba terkontrol acak pertama pada strategi resusitasi cairan dalam bidang kebidanan. Sampel yang diharapkan mencapai ukuran sampel yang kami hitung di kedua lengan resusitasi dan tidak kehilangan tindak lanjut untuk hasil utama. Karakteristik dasar sangat seimbang dan penyesuaian untuk perbedaan kecil pada baseline memberikan hasil yang serupa. Uji coba terkontrol secara acak pada resusitasi cairan harus dilakukan dilakukan pada pasien dengan HPP untuk menetapkan rekomendasi berdasarkan bukti ini masalah.Â
Apabila terdeteksi mengalami pendarahan cepat yang diperkirakan bidan sekitar 500ml atau lebih. Bel darurat ditarik dan multidisiplin tim segera datang. Mengingat dia melanjutkan perdarahan, pijat rahim dimulai, lima unit Syntocinon diberikan secara intramuskular dan infus Syntocinon (40 unit dalam 500 ml Hartmanns pada 125 ml/jam) dimulai. Sebuah Kanula besar kedua ditempatkan dan cairan intravena resusitasi segera dimulai dengan kristaloid. Darah dikirim untuk hitung darah lengkap (FBC), elektrolit serum dan layar pembekuan. Kateter urin dimasukkan dan dosis pertama 250 mikrogram (mcg) Hemabate (Prostaglandin F2a) diberikan secara intramuskular. (Ghosh, M., & Chandraharan, E. 2017).
Dari kedua pendapat diatas bisa disimpulkan bahwasanya dalam penanganan HPP harus dilakukan jg resusitasi cairan untuk meminimalisir dan menangani terjadinya syok hipovolemik, sehingga pasien HPP tidak jatuh ke kondisi prognosis yang memburuk. Dan juga diperlukan pemahamam dari tenaga kesehatan agar cepat dalam pendiagnosaan dan tindakan dalam melakukan resusitasi cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Ghosh, M., & Chandraharan, E. (2017). Management of post-partum haemorrhage.Â
Obstetrics, Gynaecology and Reproductive Medicine, 27(8), 239–244.Â
https://doi.org/10.1016/j.ogrm.2017.06.002 https://www.obstetrics-
gynaecology-journal.com/article/S1751-7214(17)30123-9/abstract
Schol, P. B. B., de Lange, N. M., Woiski, M. D., Langenveld, J., Smits, L. J. M.,Â