Mohon tunggu...
KKN Kolaboratif 45 Pondokrejo
KKN Kolaboratif 45 Pondokrejo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kkn kolaboratif kelompok 45 Pondokrejo Kec. Tempurejo

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

KKN Kolaboratif Kabupaten Jember, "Dari Tumbuhan Beracun Jadi Bercuan" Kripik Gadung Jadi Pasif Income Masyarakat Desa Pondokrejo

28 Agustus 2022   14:42 Diperbarui: 28 Agustus 2022   14:50 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jember, 22 Agustus 2022-, Tumbuhan bernama latin Dioscorea Hispida Dennust merupakan sebuah tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik, proses pembuatan kripik gadung sendiri memakan waktu yang cukup lama dikarenakan racun yang ada didalam tumbuhan gadung benar-benar harus diolah dengan baik dan benar agar keluar.

Pengolahan gadung sendiri banyak dilakukan oleh masyarakat desa Pondokrejo, kondisi geografisnya yang berada ditengah-tengah perkebunan milik PTPN dengan banyak bukit dan ladang yang sulit ditanami tanaman horltikultural membuat masyarakat banyak yang memilih untuk menanam tumbuhan gadung. Dari tumbuhan gadung itulah masyarakat mengolahnya menjadi keripik, dan dijual untuk dijadikan pasif income, karena main income masyarakat adalah petani dan pegawai perkebunan.

Salah satu pembuat keripik gadung yang kita temui adalah Ibu Untung, beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang berkeinginan memiliki penghasilan sendiri walaupun itu kecil untuk membantu keuangan keluarga. Untuk sistem produksinya sendiri, tidak dilakukan setiap hari, karena faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas keripik. Menurut penuturan ibu Untung keripik gadung yang diproduksi saat cuaca mendung cenerung berwarna hitam, tidak seputih keripik yang diproduksi saat matahari cerah.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Proses pembuatan keripik gadung sendiri memakan waktu yang sangat lama kurang lebih 8 hari, dimulai dengan pemotongan menjadi lembaran tipis. Kemudian irisan tipis tersebut dilapisi dengan abu kayu. Sembari agak diremas-remas sedikit supaya lunak. Jika sudah, jemur irisan gadung yang berlumur abu tersebut sampai benar-benar kering. Kemudian gadung tersebut direndam dengan air mengalir selama 3-4 hari, jika air perendaman tidak mengalir, maka perendaman dilakukan dalam air diam maka air harus diganti secara terus menerus setiap 2 jam sekali selama 3 sampai 4 hari. Kemudian setelah bersih, irisan gadung tersebut direndam kembali dengan air garam. Setelah itu jemur kembali dibawah sinar matahari langsung hingga benar-benar kering sempurna.

Kemudian kripik gadung yang sudah diproduksi biasanya disimpan untuk dijual di hari raya. Umumnya keripik gadung dijual dengan harga Rp 30.000/kg untuk kripik mentah, harga tersebut sangat murah untuk suatu produk yang proses pembuatannya sangat memakan banyak waktu. Kemudian sekmentasi pasar dari para pembuat keripik gadung ini juga kurang jelas, dan kemasannya pun hanya kantong kresek biasa yang tidak memiliki daya tarik.

Padahal kripik gadung akan lebih menguntungkan jika dijual matang serta akan lebih menarik jika dikemas lebih modern. Serta akan menguntungkan jika proses pemasarannya dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi media yang ada pada saat ini, salah satunya pemasaran di media sosial supaya dapat menarik minat masyarakat luar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun