Pada hari senin 1 Agustus 2022, KKN kolaboratif 41 Desa Curahnongko Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember melakukan survei dan kunjungan pada beberapa UMKM di Desa Curahnongko. Terdapat tiga UMKM yang menjadi tujuan KKN Kolaboratif 41 yaitu keripik tempe, keripik pisang Enggal Jaya, dan keripik barokah yang terdiri dari keripik singkong, pisang, dan rempeyek. Berdasarkan hasil survei UMKM, bahan dasar pisang terlihat lebih mendominasi untuk UMKM yang ada di Curahnongko. Meskipun Curahnongko seperti namanya identik dengan Nangka, kami belum menemukan UMKM yang mengolah bahan dasar nangka. Hal ini terjadi karena saat ini pohon Nangka di desa Curahnongko dapat dikatakan langka. Namun, saat ini dari pihak desa telah mulai mengusahakan penanaman pohon nangka di Desa Curahnongko untuk mengembangkan Nangka sesuai dengan nama Curahnongko.
Potensi hidden gem UMKM di desa Curahnongko yang kami datangi pertama kali adalah UMKM keripik tempe Bu Kris. Usaha keripik tempe ini baru dimulai dan berjalan sekitar 3 tahun, dan pemasaran masih di sekitar wilayah Curahnongko. Kendala pada UMKM Keripik tempe dari segi produksi pengolahan tempe dan juga pemasaran yang masih terbatas. Keripik tempe ini dijual dalam kemasan kecil, 500 gram, dan 1 kg tergantung pesanan pembeli.
UMKM kedua yang menjadi tujuan kami adalah keripik pisang Enggal Jaya. Usaha ini baru dimulai sejak tahun 2020. Latar belakang UMKM keripik pisang Enggal Jaya ini memilih usaha keripik pisang sebab dirasa di Desa Curahnongko bahan baku pisang cukup melimpah dengan lahan yang dimiliki, sehingga daripada dijual buahnya saja, pemilik mencoba mengolah pisang menjadi keripik. Untuk pemasaran keripik pisang Enggal Jaya telah melakukan pemasaran di toko kelontong dan warung di sekitar wilayah Curahnongko hingga Jember Kota. Bahan dasar pisang yang dijadikan keripik ini menggunakan dua jenis pisang yaitu pisang candi dan rojonongko.
Kunjungan UMKM ketiga yang menjadi tujuan kami adalah keripik Barokah yang tidak hanya menggeluti 1 usaha saja melainkan 3 ada keripik pisang, singkong, dan rempeyek. Usaha keripik dan rempeyek yang di geluti oleh Bapak Mulyono ini telah berjalan cukup lama dari tahun 2007. Keterbatasan pada UMKM keripik Barokah ini adalah dalam hal pemasaran yang cuma beroperasi di sekitar wilayah Curahnongko, Kalisanen, dan Wonowiri. Kami bersama DPL juga ikut mengunjungi UMKM Keripik Barokah oleh Bapak Mulyono untuk kedua kalinya, sekaligus mencari ide dan solusi atas kendala dari UMKM Keripik Barokah.
Dari ketiga UMKM yang telah kami datangi, inti permasalahan yang dialami oleh UMKM yang ada di desa Curahnongko ini yaitu pada segi pemasarannya yang masih terbatas hanya sekitar wilayah Curahnongko. Para UMKM masih mencoba memperluas segmentasi pasar hingga ke daerah kota, namun karena ada keterbatasan biaya dan belum ada distributor hasil produk maka pemasaran hanya terkenal di wilayah Curahnongko saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H